BAB
1
PENDAHULUAN
1.
1.
Latar Belakang.
Sering kita temui peristiwa-peristiwa yang berhubungan
dengan kemerdekaan dan demokrasi, banyak perhelatan demokrasi di negara yang
katanya merdeka ini, namun apakah demokrasi yang berlangsung selama ini sudah
memenuhi syarat-syarat pelaksanaan demokrasi. Banyak pertentangan terhadap
pelaksanaan demokrasi di negara ini, karena masih banyak kesimpangsiuran
tentang demokrasi itu sendiri. Ternyata sudah banyak usaha yang telah dilakukan
oleh badan-badan yang berwenang untuk melakukan pendidikan demokrasi baik
melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Banyak, diperbincangkan lewat
tulisan di media massa maupun forum-forum diskusi dan seminar. Bahkan uji coba
pendidikan demokrasi yang dimodifikasi dalam bentuk civic education (pendidikan
kewarganegaraan) telah mulai dilakukan di tingkat sekolah lanjutan tingkat
pertama (SLTP) dan perguruan tinggi. Sementara pendidikan demokrasi lewat jalur
informal sudah banyak diprakarsai oleh organisasi – organisasi keagamaan seperti
Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah serta ormas keagamaan sejenis lainnya.
Tetapi kenyataannya masih menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila. Lantas
pertanyaannya, masih perlukah pendidikan kewarganegaraan diberikan kepada
peserta didik? Jawabannya tentu masih dan sangat penting, karena saat ini,
Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain : tantangan dan
mainstream globalisasi, permasalahan-permasalahan internal seperti korupsi,
separatisme, disintegrasi dan terorisme dan yang terakhir penjagaan semangat
reformasi tetap berjalan pada jalurnya. Globalisasi
telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat. Malcolm
Waters (Tilaar: 1997) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi proses globalisasi,
yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya.
Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan
lokal menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan
terpengaruh dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena
dalam globalisasi, negara-negara majulah yang akan menguasai.
Moralitas
mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa berperan
dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini tidak
hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) saja,
melainkan secara umum. Untuk itu dalam mengaplikasikan nilai-nilai moral muncul
pertanyaan, apa sebenarnya moral itu, apa yang menyebabkan kemerosotan moral,
bagaimanakah kondisi kemerosotan moral mahasiswa di Indonesia saat ini, dan
bagaimana cara memperbaiki dan menjaga moral mahasiswa? Mahasiswa sebagai
generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki moralitas tinggi agar
dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi.
Oleh karena
itu, mahasiswa perlu tahu pengertian tentang moral, tahu penyebab merosotnya
moral, tahu kondisi moral saat ini, dan tahu cara memperbaiki dan menjaga moral
mereka.
1.
2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Apa itu pendidikan?
1.2.2.
Apa itu nilai?
1.2.3.
Apa itu moral?
1.2.4.
Apasajakah penyebab merosotnya moral?
1.2.5.
Bagaimana peran PKn dalam menanggulangi pergeseran moral?
1.3.
Tujuan Masalah
1.3.1.
Untuk mengetahui Apa itu pendidikan.
1.3.2.
Untuk mengetahui Apa itu nilai.
1.3.3.
Untuk mengetahui Apa itu Moral.
1.3.4.
Untuk mengetahui Apa saja penyebab merosotnya moral.
1.3.5.
Untuk mengetahui peran PKn dalam menanggulangi pergeseran moral.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003) Pendidikan
dapat dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis/
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (KH Dewantoro) Intisari
atau eidos dari pendidikan ialah pemanusiaan manusia-muda. Pengangkatan manusia
muda ke taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang
jumlah dan macamnya tak terhitung (Driyarkara)
Dalam artinya luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan
atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan
atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik
(physical ability) individu.
2.2.
Nilai
Nilai dalam bahasa Inggris value, atau valere (bahasa Latin)
yang bermakna harga Sesuatu yang bernilai berart sesuatu itu berharga.
Penghargaan/kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu
tingkah laku manusia karena sesuatu itu Menyenangkan (peasent), Berguna (useful),
Memuaskan (satifing), Menguntungkan (profitable), Menarik (interesting),
Keyakinan (belief) Contoh nilai :
Ø Keadilan
Ø kejujuran
Ø tanggung jawab
Ø keindahan
Ø Kerapian
Ø Keamanan
Ø keharmonisan, dst
2.2.1.
Karakteristik nilai :
Realitas abstrak, normatif, berfungsi sebagai daya dorong
manusia Mozaik nilai Ragam nilai meliputi :
klasifikasi
nilai, kategori nilai dan hierarki nilai
2.2.2.
Klasifikasi nilai :
2.2.2.1.
Nilai instrumental dan nilai
terminal (means values & end values);
2.2.2.1.
Nilai ekstrinsik dan nilai
instrinsik;
2.2.2.1.
Nilai personal dan nilai sosial;
2.2.2.1.
Nilai subyektif dan nilai obyektif;
2.2.2.1.
Nilai-nilai nurani (values of being)
2.2.2.1.
dan nilai-nilai memberi (values of
giving)
2.2.3.
Kategori Nilai:
Nilai teoritik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai agama, nilai politik Hierarki
nilai : nilai kenikmatan-nilai kehidupan-nilai kejiwaan-nilai kerohanian (Max
Scheller); nilai inti-nilai sekuler-nilai operasional (James Lipman); nilai
dasar-nilai instrumental-nilai praksis (Filsafat Pancasila)
2.3.
Moral.
Moral Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin
“mores” yang memiliki arti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin
dalam hidup (Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito, 2002).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral
berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral
adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant
(Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan
bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum
negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu
moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan
kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis
dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti
apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara,
moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata
lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan
kodrat manusia (Driyarkara, 1966: 25).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau
kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di
masyarakat untuk melaksanakan perbuatan perbuatan yang baik dan benar.
2.4.
Penyebab Merosotnya Moral
Penyebab Merosotnya Moral Kemerosotan moral banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan
sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam
mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa
sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan
orang tua. Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk
semang. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini
menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut. Dunia
malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang begitu
kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke
kriminalitas. Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan
sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa.
Pada kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para
remaja mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah
video porno. Memang sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno
adalah sebuah kebudayaan. Karena pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya
manusia yang berguna bagi manusia. Untuk kasus video porno ini dapat dikatakan
sebagai budaya yang menyimpang. Hal ini terjadi karena pengaruh media melalui
tayangan-tayangan yang vulgar dan cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya
ke arah pornografi dan pornoaksi. Tidak heran bila eksploitasi bentuk tubuh
baik wanita maupun pria (terutama dari kalangan wanita) selalu menjadi ukuran
dalam segala hal. Tidak sulit saat ini untuk mendapatkan gambar-gambar yang
mempertontonkan bentuk tubuh lewat majalah atau harian porno, menonton
adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP juga menjadi alat penyebar pornoaksi,
penampilan iklan yang menunjukkan kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon
juga marak diiklankan dengan bebas dan amat vulgar.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan
dengan pornografi dan pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan
sarkasme dan kriminalisme. Secara tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi
ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari akibat dari hal ini adalah kasus
perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab umumnya adalah karena
hubungan percintaan dan minuman keras. Secara garis besar, penyebab dari
rusaknya moral generasi muda intelektual adalah sebagai berikut: Tidak adanya
pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan sosial-budaya yang tidak
sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya pendidikan mengenai
moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk memiliki ketahanan
diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.
Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini Era modern ditandai dengan
berbagai macam perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu:
2.4.1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek)
2.4.2. Mental manusia.
2.4.3.
Teknik dan penggunaannya dalam
masyarakat, komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan
pertambahan harapan dan tuntutan manusia .
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas
(moral). Khususnya, di kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah
terlihat adanya pergeseran nilai dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek
tertentu. Sangat disayangkan, era modern hanya ditandai dengan gaya hidup yang
serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour (just for having fun).
Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma. Potret buram
generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut
seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain
sebagainya. Kondisi inilah yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran
moral generasi muda. Akhir-akhir ini permasalahan seks bebas di kalangan
mahasiswa semakin memprihatinkan, terutama yang kurang baik taraf penanaman
keimanan dan ketaqwaannya. Beberapa kasus video porno pasangan mahasiswa yang
merebak di internet membuktikan bahwa moral adalah sebuah hal yang tidak cukup
penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh sebagian mahasiswa. Kemudian kasus
pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia mengaku butuh
uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa mahasiswa di salah
satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di lingkungan
kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang kerap
terjadi di Indonesia ini. Sebuah kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar
dan mahasiswa mengalami kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal
sebagai kota pelajar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi
di sana telah kehilangan keperawanan. Dari hal ini, kita mengetahui bahwa
hampir tidak dapat dipisahkan antara kaum muda intelek dengan pergaulan bebas. Kondisi
ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan
ataupun dalam menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang
minder sendiri karena ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi,
seperti: komputer ataupun internet atau juga mahasiswa yang terganggu
mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup berhadapan dengan kompleksitas
persoalan hidup.
Telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa
dari menuntut ilmu dan berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan
kata lain kurangnya internalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan
mahasiswa. Imbasnya, mahasiswa lebih suka berdemo menuntut pemerintah
membatalkan kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat daripada berkarya
untuk mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat. Seharusnya mahasiswa
yang kreatif dan bermoral tinggi memiliki kepekaan yang lebih berupa tindakan
nyata dan langsung sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
2.5.
Peran Pkn Dalam Menanggulangi Pergeseran Moral
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan
solusi yang tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga.
Mahasiswa adalah agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut.
Rusaknya moral butuh penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya,
agama, pendidikan, serta politik dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial
dan penyaringan budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa.
Perbaikan tersebut dapat berupa penataan sistem sosial dimana masing-masing
komponennya berfungsi secara positif. Dan bentuk culture filtering adalah
berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang berfungsi positif dalam
proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur
dalam urusan moral. Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda,
tetapi pada akhirnya bertujuan untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan
yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya. Pengajaran pendidikan kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan tidak disalahgunakan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu dan tentunya dapat memberikan manfaat baik peserta didik maupun seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya. Pengajaran pendidikan kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan tidak disalahgunakan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu dan tentunya dapat memberikan manfaat baik peserta didik maupun seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah
laku sudah mulai tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku,
terutama bagi mahasiswa yang merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum
akademik ini sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia baik
untuk saat ini maupun untuk masa depan kelak. Secara umum bentuk dari perilaku
amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras, narkoba, perkelahian atau
juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain. Semua hal tersebut ditandai dengan
budaya hura-hura, mengutamakan duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka berkarya untuk masyarakat
Implementasi solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah berupa penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada masing-masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam bertindak, dan yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos kerja tinggi dalam rangka berkarya untuk masyarakat
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan & Saran
3.1.1.
Kesimpulan
Berbagai masalah yang ada diatas memperlihatkan masih
perlunya dilaksanakan pendidikan kewarganegaraan (civic education) dari tingkat
Sekolah Dasar yang dikenal dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) hingga tingkat Perguruan Tinggi. Tetapi bagaimana pelaksanaannya yang
tepat supaya tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu tercapai, itulah yang
menjadi tugas kita para mahasiswa calon guru yang akan terjun langsung dan
sebagai pelaksana pembelajaran PKn itu sendiri. Banyak hal yang bisa kita
lakukan, misal melakukan pembenahan kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang
bisa mendekatkan dirinya dengan realitas harian, contoh : seorang anak
diajarkan untuk menghormati hak-hak warga negaranya,dll. Hal ini tidak lepas
dari peran negara yang harus bisa menampilkan dirinya sebagai sosok yang kuat
yang bisa melindungi hak-hak warga negara dan mengusahakan kemakmuran bagi
warganya, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
3.1.2.Saran
Kita bisa mengusahakan memberikan pengalaman pembelajaran yang berorientasi humanistik, ini bisa membuat peserta didik menemukan jati dirinya sebagai manusia yang sadar akan tanggung jawab individu dan sosial. Oleh karena itu, tugas para pendidik, pembuat kebijakan dan anggota civil society lainnya adalah mengkampanyekan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan. Dengan pembelajaran yang benar akan terbentuk warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politikkebangsaan dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa serta membangun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hakim,
Suparlan. 2002. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical
Thinking (DD/CT), P3G, Dirjen Dikdasmen.
Ali,
Muhamad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin
Kebersamaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Irawan,
Prasetyo; Suciati; IGK Wardani. 1996. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan
Mengajar. Jakarta. PAU-UT.
Joni,
Raka, T. 1980. Strategi Belajar-Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta.
P3G. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Liliweri,
Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural. Yogyakarta. LKiS.
Sumpeno,
W. 1996. “Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral”. Dalam
Mimbar Pendidikan. Bandung. Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun XV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar