Halaman

Kamis, 30 Mei 2013

MENGINSTALISASI DEMOKRASI KAMPUS……!!!

MENGINSTALISASI DEMOKRASI KAMPUS……!!! (Upaya Mencetak Mahasiswa IDEALIS) Ketika berbicara tentang demokrasi, sering kali kita terbentur pada kenyataan di lapangan. Mengapa setelah melaksanakan demokrasi prosedural, kondisi birokrat kampus tak kunjung sembuh?. Ini adalah pertanyaan penting ketika mendengar pujian yang dilontarkan seiring berjalannya praktek di kampus. Maka pertanyaan-pertanyaan penting ini butuh segera jawabannya di saat kita ada pada kegembiraan merayakan pesta “Demokrasi” di lingkungan kampus yang banyak mendapat capaian-capaian dahsyat, disamping itu juga pencapaian yang memalukan. Melihat itu, penggerak birokrat kampus umumnya cenderung menutupi segala problematika baik intern maupun ekstern tentang bagaimana sistematika kebijakan kampus. Meraka yang dulunya menggembor-gemborkan demokrasi, namun apakah arti dari demokrasi itu. Benarkah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, atau sudah mengalami distorsi orientasi menjadi dari rakyat, oleh golongan dan untuk pribadi. Ini yang sedang kami pertanyakan bagi kampus kami. Dimanakah demokrasi kita? Seperti apakah demokrasi kampus yang ideal? Demokrasi yang mampu menjawab dari setiap nalar kritis mahasiswa. Dimana mahasiswa mampu mengaktualisasikan darinya dalam berbagai kegiatan dan kebijakan disamping bergulat dengan dunia keilmuan yang ditekuninya. Hal itu ditunjukan demi memantapkan status yang dimilikinya mahasiswa sebagai agen social (agent of social) dan agen perubahan (agent of change). Sejarah telah mencatat bagaimana sepak terjang mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan di negeri ini. Sebagai contoh bisa kita lihat bagaimana perjuangan mahasiswa/pemuda dalam merebut kemerdekaan dan dalam era reformasi. Hal tersebut dikarenakan perjuangan mahasiswa terorganisir dengan apik dan mempunyai kesamaan visi dan misi. Sehingga mempunyai arah perjuangan yang jelas yaitu demi republik tercinta ini. Sebagai seorang mahasiswa, tidak lengkap rasanya kalau tidak mempunyai satu sifat naluri idealisme. Idealisme muncul seiring dengan kedewasaan mahasiswa itu sendiri ditunjang dengan lingkungan kampus yang menjadikan mahasiswa mempunyai pendirian teguh di kala benar dan salah. Pendirian yang tidak tergoyahkan dan tidak mau mengalah satu sama lainnya itulah ciri idealisme. Tetapi, yang perlu digaris bawahi disini adalah mahasiswa idealisme yang dimaksud bukanlah mahasiswa yang mempunyai idealisme “ngawur” dan menerobos nilai-nilai kehidupan yang ada. Tidak dibenarkan sama sekali untuk idealisme yang menganggap dirinyalah yang paling benar, sementara orang lain yang tidak seperti dirinya dianggap salah. Ini berarti bahwa seorang yang idealis tetap harus bersikap terbuka dan menerima masukan-masukan dari orang lain selama masih dalam jalan yang benar. Yang jelas, idealisme yang benar harus selalu tertanam kuat dalam diri setiap mahasiswa. Tidak cukup hanya diperankan selama berada di perguruan tinggi (kampus), tetapi juga harus dijunjung tinggi di dalam organisasi lainnya. Sudah bisa dipastikan bahwa kita akan menghadapi tekanan-tekanan yang besar dalam mempertahankan idealisme. Tekanan tersebut bisa berasal dari intern instansi kita sendiri ataupun pihak luar. Ada beberapa hal untuk menjadikan kampus Ideal (Upaya menciptakan mahasiswa idealis, intelek, dan demokratis) Pertama, Kampus bisa beradaptasi dengan keseluruhan objek yang dinaunginya. Secara intern Baik itu mahasiswanya, rector, dekan, dosen, staff pengajar lain, TU, administrasi, penjaga gedung, bahkan sampai satpam & abang penjaga parkir. Secara extern baik itu kegiatan yang ada dikampus seperti PMII dan BEM untuk mencapai cita-cita luhur tersebut, pelaksanaannya harus disandarkan pada metode-metode/thariqah yang telah digariskan Allah, dan kampus tidak mendiskriminasikan antara organisasi satu dengan yang lainya. Kedua, Totalitas, utuh dan menyeluruh, bukan parsial, karena Islam tidak untuk “setengah-setengah”. Mengapa harus total? sederhananya, karena Islam itu sudah hadir secara utuh, sudah terancang secara sistematis dan terbukti secara klinis. Karena kita bukan hanya berbicara masa lalu, tapi “antara kemarin, hari ini, dan besok” Ketiga, Universal, mendunia, agar semua orang yang dinaunginya bisa beradaptasi dan mengimbangi perkembangan situasi dan kondisi masyarakat kampus maupun eksternalnya, tapi tetap berpegang pada nilai-nilai islam. Pragaan, 10 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar