Halaman

Rabu, 25 April 2012

PERAN PKN DALAM MANANGGULANGI PERGESERAN NILAI MORAL

BAB 1
PENDAHULUAN[1]

1.      1.  Latar Belakang.
Sering kita temui peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kemerdekaan dan demokrasi, banyak perhelatan demokrasi di negara yang katanya merdeka ini, namun apakah demokrasi yang berlangsung selama ini sudah memenuhi syarat-syarat pelaksanaan demokrasi. Banyak pertentangan terhadap pelaksanaan demokrasi di negara ini, karena masih banyak kesimpangsiuran tentang demokrasi itu sendiri. Ternyata sudah banyak usaha yang telah dilakukan oleh badan-badan yang berwenang untuk melakukan pendidikan demokrasi baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Banyak, diperbincangkan lewat tulisan di media massa maupun forum-forum diskusi dan seminar. Bahkan uji coba pendidikan demokrasi yang dimodifikasi dalam bentuk civic education (pendidikan kewarganegaraan) telah mulai dilakukan di tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan perguruan tinggi. Sementara pendidikan demokrasi lewat jalur informal sudah banyak diprakarsai oleh organisasi – organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah serta ormas keagamaan sejenis lainnya. Tetapi kenyataannya masih menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila. Lantas pertanyaannya, masih perlukah pendidikan kewarganegaraan diberikan kepada peserta didik? Jawabannya tentu masih dan sangat penting, karena saat ini, Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan utama, antara lain : tantangan dan mainstream globalisasi, permasalahan-permasalahan internal seperti korupsi, separatisme, disintegrasi dan terorisme dan yang terakhir penjagaan semangat reformasi tetap berjalan pada jalurnya. Globalisasi telah menimbulkan pengaruh yang sangat luas dalam dimensi masyarakat. ada tiga dimensi proses globalisasi, yaitu: globalisasi ekonomi, globalisasi politik, dan globalisasi budaya.[2] Globalisasi yang merupakan universalisasi nilai-nilai menyebabkan kearifan lokal menjadi luntur. Hal ini menyangkut dengan moral bangsa yang juga akan terpengaruh dengan moral luar yang tentunya akan lebih kuat mempengaruhi karena dalam globalisasi, negara-negara majulah yang akan menguasai.
            Moralitas mahasiswa merupakan unsur penting dalam proses sejauh mana mahasiswa berperan dalam pembangunan untuk menyambut kebangkitan. Moralitas dalam kajian ini tidak hanya berkaitan dengan salah satu nilai religi (agama Islam-akhlak) Mahasiswa sebagai generasi dimana atap bangsa akan didirikan harus memiliki moralitas tinggi agar dapat menjadi filter bagi pengaruh buruk dari globalisasi.

1. 2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu pendidikan?
1.2.2. Apa itu nilai?
1.2.3. Apa itu moral?
1.2.4. Apasajakah penyebab merosotnya moral?
1.2.5. Bagaimana peran PKn dalam menanggulangi pergeseran moral?

1.3. Tujuan Masalah
1.3.1. Untuk mengetahui Apa itu pendidikan.
1.3.2. Untuk mengetahui Apa itu nilai.
1.3.3. Untuk mengetahui Apa itu Moral.
1.3.4. Untuk mengetahui Apa saja penyebab merosotnya moral.
1.3.5. Untuk mengetahui peran PKn dalam menanggulangi pergeseran moral.



BAB II
 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003) Pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan dalam arti teknis
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yaitu menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (KH Dewantoro) Intisari atau eidos dari pendidikan ialah pemanusiaan manusia-muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani, itulah yang menjelma dalam semua perbuatan mendidik, yang jumlah dan macamnya tak terhitung (Driyarkara)
Dalam artinya luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical ability) individu.

2.2. Nilai
Nilai dalam bahasa Inggris value, atau valere (bahasa Latin) yang bermakna harga Sesuatu yang bernilai berart sesuatu itu berharga. Penghargaan/kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia karena sesuatu itu Menyenangkan (peasent), Berguna (useful), Memuaskan (satifing), Menguntungkan (profitable), Menarik (interesting), Keyakinan (belief)


2.2.1. Karakteristik nilai :
Realitas abstrak, normatif, berfungsi sebagai daya dorong manusia Mozaik nilai Ragam nilai meliputi :  klasifikasi nilai, kategori nilai dan hierarki nilai

2.2.2. Klasifikasi nilai :
2.2.2.1. Nilai instrumental dan nilai terminal (means values & end values);
2.2.2.2. Nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik;
2.2.2.3. Nilai personal dan nilai sosial;
2.2.2.4. Nilai subyektif dan nilai obyektif;
2.2.2.5. Nilai-nilai nurani (values of being)
2.2.2.6. dan nilai-nilai memberi (values of giving)

2.2.3. Kategori Nilai:
Nilai teoritik, nilai ekonomis, nilai estetik,  nilai sosial, nilai agama, nilai politik Hierarki nilai : nilai kenikmatan-nilai kehidupan-nilai kejiwaan-nilai kerohanian (Max Scheller); nilai inti-nilai sekuler-nilai operasional (James Lipman); nilai dasar-nilai instrumental-nilai praksis (Filsafat Pancasila)

2.3. Moral.
Moral Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin “mores” yang memiliki arti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup[3]
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik. Menurut Immanuel Kant (Magnis Suseno, 1992), moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaanya pada hatinya sendiri. Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau tuntunan kodrat manusia[4]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa moral atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan perbuatan yang baik dan benar.

2.4. Penyebab Merosotnya Moral
Penyebab Merosotnya Moral Kemerosotan moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari pengawasan orang tua. Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut induk semang. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti ini menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa yang kost tersebut. Dunia malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang begitu kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke kriminalitas. Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa.
Rusaknya moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan pornoaksi, tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya. Sebagai contoh dari akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang kerap terjadi. Penyebab umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman keras. Secara garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat. Lingkungan sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak baik, kurangnya pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari para mahasiswa untuk memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang negatif.
Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini Era modern ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
2.4.1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek)
2.4.2. Mental manusia.
2.4.3. Teknik dan penggunaannya dalam masyarakat, komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan manusia .
Perubahan ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya, di kalangan generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era modern hanya ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan budaya glamour (just for having fun). Perilaku moral generasi muda telah melampaui batas-batas norma. Potret buram generasi muda hari ini: mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut seks bebas (free sex), tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya.

2.5. Peran Pkn Dalam Menanggulangi Pergeseran Moral
Kompleksitas demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang tepat agar kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah agen pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan, serta politik dan hukum.
Pada aspek sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan budaya (culture filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara positif. Dan bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal yang berfungsi positif dalam proses akulturasi kebudayaan.
Di bidang keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral. Masing-masing agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan untuk mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani. Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Secara konseptual, pendidikan kewarganegaraan adalah suatu bentuk pendidikan yang memuat unsur-unsur pendidikan demokrasi yang berlaku universal, di mana prinsip umum demokrasi yang mengandung pengertian mekanisme sosial politik yang dilakukan melalui prinsip dari, oleh dan untuk warga negara menjadi fondasi dan tujuannya.
Moral yang merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai tidak lagi digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa depan kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks bebas, minuman keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan lain-lain

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berbagai masalah yang ada diatas memperlihatkan masih perlunya dilaksanakan pendidikan kewarganegaraan (civic education) dari tingkat Sekolah Dasar yang dikenal dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) hingga tingkat Perguruan Tinggi. Tetapi bagaimana pelaksanaannya yang tepat supaya tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan itu tercapai, itulah yang menjadi tugas kita para mahasiswa calon guru yang akan terjun langsung dan sebagai pelaksana pembelajaran PKn itu sendiri. Banyak hal yang bisa kita lakukan, misal melakukan pembenahan kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang bisa mendekatkan dirinya dengan realitas harian, contoh : seorang anak diajarkan untuk menghormati hak-hak warga negaranya,dll. Hal ini tidak lepas dari peran negara yang harus bisa menampilkan dirinya sebagai sosok yang kuat yang bisa melindungi hak-hak warga negara dan mengusahakan kemakmuran bagi warganya, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

3.1. Saran
Kita bisa mengusahakan memberikan pengalaman pembelajaran yang berorientasi humanistik, ini bisa membuat peserta didik menemukan jati dirinya sebagai manusia yang sadar akan tanggung jawab individu dan sosial. Oleh karena itu, tugas para pendidik, pembuat kebijakan dan anggota civil society lainnya adalah mengkampanyekan pentingnya pendidikan kewarganegaraan kepada seluruh lapisan masyarakat dan semua instansi dan jajaran pemerintahan. Dengan pembelajaran yang benar akan terbentuk warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politikkebangsaan dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa serta membangun kesadaran peserta didik akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakannya secara demokratis dan beradab.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hakim, Suparlan. 2002. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Deep Dialogue/Critical Thinking (DD/CT), P3G, Dirjen Dikdasmen.
Ali, Muhamad. 2003. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Irawan, Prasetyo; Suciati; IGK Wardani. 1996. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar. Jakarta. PAU-UT.
Joni, Raka, T. 1980. Strategi Belajar-Mengajar Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta. P3G. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta. LKiS.
Sumpeno, W. 1996. “Orientasi Pendidikan Politik dalam Membina Nilai-nilai Moral”. Dalam Mimbar Pendidikan. Bandung. Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun XV








[1] Ach. Munawir. Penulis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa English STKIP YUNIAM
[2] Malcolm Waters (Tilaar: 1997)
[3] Poespoprodjo, 1989; BP-7, 1993; Soegito, 2002.      

[4]  Driyarkara, 1966: 25