Halaman

Kamis, 30 Mei 2013

pengaruh permintaan terhadap konsumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanpa disadari bahwa alat pemuas kebutuhan yang tersedia pada bumi terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan ekonomi, baik yang berkaitan dengan usaha menghasilkan barang dan jasa (produksi), maupun menggunakan alat pemuas kebutuhan konsumsi, manusia harus selalu bertindak ekonomis. Artinya, setiap penggunaan sumber daya alam dan alat pemuas kebutuhan harus dapat menghasilkan kepuasan atau keuntungan secara maksimal bagi pelakunya. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian permintaan ? 2. Bagaimana hukum permintaan ? 3. Bagaimana faktor factor yang mempengaruhi permintaan ? 4. Apa pengertian penawaran ? 5. Bagaimana hokum penawaran ? 6. Bagaimana factor factor yang mempengaruhi penawaran C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian permintaan ! 2. Untuk mengetahui pengertian penawaran ! 3. Untuk mengetahui hokum permintaan ! 4. Untuk mengetahui factor factor yang mempengaruhi permintaan ! 5. Untuk mengetahui hokum penawaran ! 6. Untuk mengetahui factor factor yang mempengaruhi penawaran ! BAB II PEMBAHASAN D. Pengertian a. Permintaan Permintaan adalah sejumlah barang yang akan dibeli atau yang diminta pada tingkat harga tertentu dalam waktu tertentu. Misalnya seorang ibu yang sedang berbelanja di pasar akan membeli telur ayam berdasarkan harga yang diketahuinya. Keinginannya membeli telur ayam tersebut berdasarkan informasi harga yang ia peroleh, dapat diilustrasikan sebagai berikut: 1. Bila harga telur ayam 1kg Rp. 8.850 maka ia akan membeli sebanyak 4 kg 2. Bila harga telur ayam 1kg Rp. 9.250 maka ia akan membeli sebanyak 3 kg 3. Bila harga telur ayam 1kg Rp. 10.550 maka ia akan membeli sebanyak 1,5kg 4. Bila harga telur ayam 1kg Rp. 11.050 maka ia akan membeli sebanyak 1kg b. Hukum Permintaan Hukum permintaan berbunyi: apabila harga naik maka jumlah barang yang diminta akan mengalami penurunan, dan apabila harga turun maka jumlah barang yang diminta akan mengalami kenaikan. Dalam hukum permintaan jumlah barang yang diminta akan berbanding terbalik dengan tingkat harga barang. Kenaikan harga barang akan menyebabkan berkurangnya jumlah barang yang diminta, hal ini dikarenakan: a. naiknya harga menyebabkan turunnya daya beli konsumen dan akan berakibat berkurangnya jumlah permintaan b. naiknya harga barang akan menyebabkan konsumen mencari barang pengganti yang harganya lebih murah. c. Kurva Permintaan Kurva Permintaan adalah kurva yang menunjukkan hubungan berbagai jumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga. Kurva ini akan menghubungkan titik-titik koordinat pada sumbu harga (sumbu Y) dengan sumbu jumlah barang (sumbu X). Contoh: Seorang ibu yang hendak membeli telur ayam berdasarkan tingkat harga yang ada, ini dapat terilustrasikan dalam tabel dan grafik. Kurva permintaan akan bergerak dari kiri atas ke kanan bawah, maksudnya apabila harga mengalami penurunan, maka jumlah barang dan jasa yang diminta akan mengalami kenaikan. Dari contoh di atas kita dapat lihat, bila si ibu membeli telur dari 3kg menjadi 4kg karena harganya turun menjadi Rp. 8.850, maka kita tidak menyebutnya sebagai kenaikan permintaan tetapi kenaikan jumlah barang yang diminta, karena kenaikan masih berada pada pada satu kurva permintaan yang sama. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan diantaranya: 1. Selera, apabila selera konsumen terhadap suatu barang dan jasa tinggi maka akan diikuti dengan jumlah barang dan jasa yang diminta akan mengalami peningkatan, demikian sebaliknya. Contohnya: permintaan terhadap telepon genggam. 2. Pendapatan konsumen, apabila pendapatan konsumen semakin tinggi akan diikuti daya beli konsumen yang kuat dan mampu untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar, demikian sebaliknya. 3. Harga barang/jasa pengganti, konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila harga tiket pesawat Jakarta-Surabaya sama harganya dengan tiket kereta api, maka konsumen cenderung akan memilih pesawat sebagai alat transportasi. Contoh lain: untuk seorang pelajar bila harga pulpen lebih mahal dari pensil, maka ia akan cenderung untuk membeli pensil. 4. Harga barang/jasa pelengkap, keduanya merupakan kombinasi barang yang sifatnya saling melengkapi. Contoh: kompor dengan minyak tanah, karena harga minyak tanah mengalami kenaikan maka orang beralih menggunakan bahan bakar minyak tanah dan beralih ke bahan bakar gas. 5. Perkiraan harga di masa datang, apabila konsumen menduga harga barang akan terus mengalami kenaikan di masa datang, maka konsumen cenderung untuk menambah jumlah barang yang dibelinya. Contoh: kenaikan harga BBM menyebabkan konsumen membeli dalam jumlah lebih banyak sehingga menimbulkan antrian di SPBU. 6. Intensitas kebutuhan konsumen, bila suatu barang atau jasa sangat dibutuhkan secara mendesak dan dirasakan pokok oleh konsumen, maka jumlah permintaan akan mengalami peningkatan. Contoh: kebutuhan akan bahan pokok beras, konsumen bersedia membeli dalam jumlah harga tinggi, walaupun pemerintah sudah menetapkan harga pokok. e. Pengertian Penawaran Penawaran adalah sejumlah barang yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu dan waktu tertentu. Contoh: hubungan antara harga kain batik dan jumlah pakaian batik yang akan dijual oleh Ibu Nina, maka ia berencana sebagai berikut: • bila harga satu kodi pakaian Rp. 450.000 maka ia akan menjual sebanyak 10 kodi • bila harga satu kodi pakaian Rp. 500.000 maka ia akan menjual sebanyak 15 kodi • bila harga satu kodi pakaian Rp. 600.000 maka ia akan menjual sebanyak 20 kodi • bila harga satu kodi pakaian Rp. 650.000 maka ia akan menjual sebanyak 25 kodi f. Hukum Penawaran Hukum penawaran berbunyi: bila tingkat harga mengalami kenaikan maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik, dan bila tingkat harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan turun. Dalam hukum penawaran jumlah barang yang ditawarkan akan berbanding lurus dengan tingkat harga, di hukum penawaran hanya menunjukkan hubungan searah antara jumlah barang yang ditawarkan dengan tingkat harga. g. Kurva Penawaran Kurva penawaran adalah kurva yang menunjukkan hubungan berbagai jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada berbagai tingkat harga. Kurva ini akan menghubungkan titik-titik koordinat pada sumbu harga (sumbu Y) dengan sumbu jumlah barang (sumbu X). Contoh: jumlah pakaian batik yang ditawarkan Ibu Nina pada berbagai tingkat harga. Kurva penawaran bergerak dari kiri bawah ke kanan atas, artinya apabila harga pakaian batik naik maka jumlah pakaian batik yang ditawarkan ikut mengalami kenaikan. Dari contoh di atas dapat dilihat, bila harga pakaian batik dari Rp.500.000 menjadi Rp. 650.000 maka terjadi penambahan penawaran sebanyak 10 yaitu dari 15 menjadi 25. f. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, diantaranya: 1. Biaya produksi, harga bahan baku yang mahal akan mengakibatkan tingginya biaya produksi dan menyebabkan produsen menawarkan barang dalam jumlah terbatas untuk menghindari kerugian karena takut tidak laku. 2. Teknologi, adanya kemajuan teknologi akan menyebabkan pengurangan terhadap biaya produksi dan produsen dapat menawarkan barang dalam jumlah yang lebih besar lagi. 3. Harga barang pelengkap dan pengganti, apabila harga barang pengganti mengalami kenaikan maka produsen akan memproduksi lebih banyak lagi karena berasumsi konsumen akan beralih ke barang pengganti karena harganya lebih murah. 4. Pajak, semakin tinggi tarif pajak yang dikenakan akan berakibat naiknya harga barang dan jasa yang akan membawa dampak pada rendahnya permintaan konsumen dan berkurangnya jumlah barang yang ditawarkan. 5. Perkiraan harga barang di masa datang, apabila kondisi pendapatan masyarakat meningkat, biaya produksi berkurang dan tingkat harga barang dan jasa naik, maka produsen akan menambah jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Tetapi bila pendapatan masyarakat tetap, biaya produksi mengalami peningkatan, harga barang dan jasa naik, maka produsen cenderung mengurangi jumlah barang dan jasa yang ditawarkan atau beralih pada usaha lain. 6. Tujuan dari perusahaan, bila perusahaan berorientasi untuk dapat menguasai pasar, maka dia harus mampu menekan harga terhadap barang dan jasa yang ditawarkan sehingga keuntungan yang diperoleh kecil. Bila orientasinya pada keuntungan maksimal maka perusahaan menetapkan harga yang tinggi terhadap barang dan jasa yang ditawarkannya. BAB III PENUTUP E. Kesimpulan Dalam ekonomi terdapat permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang saling bertemu dan membentuk satu titik pertemuan dalam satuan harga dan kuantitas (jumlah barang). Setiap transaksi perdagangan pasti ada permintaan, penawaran, harga dan kuantitas yang saling mempengaruhi satu sama lain. F. Saran Oleh karena itu semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar-besarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang didapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen/pembeli akan mencari produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal. Daftar Pustaka Dra. Hj. Sukwiati, Drs. H. Sudirman Jamal, Drs Slamet Sukamto. Ekonomi SMA kelas X Edisi Pertama Cetakan Kedua November 2007

Metode Diskusi

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Diskusi merupakan salah satu bentuk kegiatan wicara. Dengan berdiskusi kita dapat memperluas pengetahuan serta memperoleh banyak pengalaman pengalaman.Diskusi adalah suatu pertukaran fikiran, gagasan, pendapat antara dua orang atau lebihsecara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau kesepahaman gagasan atau pendapat.Diskusi yang melibatkan beberapa orang disebut diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok dibutuhkan seorang pemimpin yang disebut ketua diskusi. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Metode Diskusi ? 2. Tujuan Metode Diskusi ? 3. Bagaiman Alasan Penggunaan Metode Diskusi ? 4. Apa Kekuatan Atau Kelebihan Metode Diskusi ? 5. Apa Kekurangan Metode Diskusi ? 6. Bagaimana Usaha untuk memperkecil Kelemahan Metode Diskusi ?  BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Diskusi Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang dihadapan sekelompok hadirin mengenai suatu masalah tertentu yang telah dipersiapkannya. Diskusi Panel adalah sekelompok individu yang membahas topik tentang kelebihan pada masyarakat atau pendengar diskusi. Panel mungkin sangat terstruktur atau mungkin saja sangat tidak formal. Suatu panel yang berstruktur mungkin membatasi panjang dan keleluasaan dalam menuturkan kata-kata (sampai pendapat), panel yang tidak formal mungkin menekankan interaksi spontan yang bebas, para peneliti diharapkan terlebih dahulu memberikan pidato tanpa text dan memiliki pengetahuan / keahlian sebagai dasar komentar mereka. Keanggotaan panel biasanya terdiri atas para ahli, orang-orang awam yang tertarik atau gabungan keduanya, tergantung pada topik yang dibahas. Satu kriteria penting diskusi panel yang baik adalah adanya interaksi antar para peserta diskusi panel. B. Tujuan Metode Diskusi Langkah-langkah Penggunaan Metode Diskusi Kelompok Untuk dapat mengoperasikan metode diskusi panel ini ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan bagi guru menggunakan panel kalau : 1. Ingin mengemukakan pandapat yang berbeda-beda. 2. Ingin memberi stimulus para pendengar akan adanya suatu persoalan yang perlu dipecahkan. 3. Ada panelis yang memenuhi syarat. 4. Pembicaraan terlalu luas untuk didiskusikan dalam kelompok itu. 5. Ingin mengajak pendengar melihat “ke dalam” tetapi tidak menginginkan tanggapan secara verbal. 6. Ada moderator yang cakap, yang dapat menguasai segala aspek dan persoalan yang dibicarakan. C. ALasan Menggunakan Metode Diskusi Penggunakan Metode Diskusi panel yang berstruktur mungkin membatasi panjang dan keleluasaan dalam menuturkan kata-kata (sampai pendapat), panel yang tidak formal mungkin menekankan interaksi spontan yang bebas, para peneliti diharapkan terlebih dahulu memberikan pidato tanpa text dan memiliki pengetahuan / keahlian sebagai dasar komentar mereka. Keanggotaan panel biasanya terdiri atas para ahli, orang-orang awam yang tertarik atau gabungan keduanya, tergantung pada topik yang dibahas. Satu kriteria penting diskusi panel yang baik adalah adanya interaksi antar para peserta diskusi panel. D. Kekuatan/kelebihan dari Diskusi Panel 1. Memberikan kesempatan kepada pendengar untuk mengikuti berbagai pandangan sekaligus. 2. Biasanya dalam diskusi panel timbul pro dan kontra pandangan, semakin sengit pro dan kontra, maka diskusi akan semakin menarik untuk diikuti. 3. Dalam diskusi panel, kelompok yang melakukan diskusi akan berhati-hati dalam mengajukan pandangan atau mengemukakan pendapat, karena menyadari akan dapat langsung digugat atau dibantah. 4. Peserta yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang lebih dalam hal yang didiskusikan dapat menyampaikan pandangan. D. Kekurangan-kekurangan dari Diskusi Panel 1. Diskusi panel menjadi tidak menarik apabila semua peserta waswas untuk menyampaikan pandangan secara terus terang dan semua peserta merasa sungkan untuk berbeda pandangan. 2. Suasana dalam diskusi panel akan menjadi pincang atau tidak seimbang apabila ada peserta yang jauh lebih tangkas dalam menyampaikan daripada yang lainnya. 3. Ada kalanya moderator terpaksa harus berusaha membuat kesimpulannya sendiri dan menyampaikannya dalam diskusi itu. 4. Harus memilih moderator yang berani dan mampu turun tangan untuk menyelamatkan diskusi agar jangan sampai pincang atau berat sebelah. 5. Ada kemungkinan terjadinya “pencemaran nama baik” dalam diskusi panel. E. Usaha untuk memperkecil Kelemahan Metode Diskusi 1. Guru yang tegas, lugas 2. Guru harus memberikan waktu semaksimal mungkin 3. Memberikan seasion sharing BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang sudah direncanakan tentang suatu topik di depan para pengunjung. Diskusi panel dibawakan oleh 3 - 6 orang yang dianggap ahli yang dipimpin oleh seorang moderator. Para panelis berdiskusi sedemikian rupa, sehingga para pengunjung dapat mengikuti pembicaraan mereka. Pengunjung hanya berfungsi sebagai pendengar, oleh karena itu pengunjung yang begitu besar jumlahnya dianggap sebagai kelompok yang diajar oleh suatu regu guru. Tetapi panel tidak boleh hanya sekedar merupakan pengajaran informatif, melainkan harus dapat merangsang cara berpikir massa dengan memberikan berbagai perspektif. Daftar Pustaka Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Sedang ada Konferensi "Together for the Gospel" pada Bulan April 2006 siswa SMP sedang berdiskusi

Kurikulum 2004-2006

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum. Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. Tercatat sudah ada 7 kurikulum; kurikulum pertama tahun 1964, kurikulum 1976, kurikulum 1984, kurikulum 1994, Kurikulum edisi revisi 1999 dan yang terbaru kurikulum 2004, yang dilanjut dengan lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Masing-masing kurikulum memiliki warna dan ciri khas tersendiri. Warna dan ciri khas tiap kurikulum menunjukkan kurikulum berusaha menghadirkan sosok peserta didik yang paling pas dengan jamannya. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Persekolahan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya dilihat dari hal tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Perumuskan permasalahan yang akan dibahas sebagai kerangka acuan dalam pembahasannya. Tema yang akam dibahas ”Perbedaan kurikulum 2004 dan 2006”. Untuk memudahkan pembahasan, tema tersebut dirinci menjadi beberapa rumusan masalah yang spesifik, diantaranya; 1. Seperti Apa kurikulum 2004? 2. Bagaimana ciri-ciri kurikulum 2004? 3. Seperti Apa kurikulum 2006? 4. Bagaimana ciri-ciri kurikulum 2006? 5. Perbedaan perbedaannya ? BAB II PEMBAHASAN A. Kurikulum 2004 Tantangan kehidupan di masa depan pada hakekatnya adalah tantangan terhadap kompetensi yang dimiliki manusia. Karena itu arah pengembangan kurikulum harus berbasis pada pengembangan potensi manusia yang beragam. Perlu disadari bahwa manusia dilahirkan unik dengan segala keberagaman dan kecepatannya. Karena itu kurikulum sebagai acuan dan fasilitator penyelenggaraan pendidikan, sayogianya memberi peluang adanya kemerdekaan dan pemerataan dalam pendidikan.  Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia bisa hidup sesuai zamannya. Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan, guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari esok maupun masa depan yang selalu berubah. Pendidikan kejuruan perlu mengajar dan melatih peserta didik untuk menguasai kompetensi dan kemampuan lain yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan dan yang berguna sebagai modal untuk mengembangkan dirinya di kemudian hari. 1) Tujuan Pendidikan dan ciri ciri Kurikulum 2004 Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di DUDI sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi dilingkungan kerja dam mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Membekali peserta didi dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian yang dipilih. i. Pengorganisasian Materi Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh industri/dunia usaha/asosiasi profesi, materi diklat dikemas dalam berbagai mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi program normatif, adaptif dan produktif. Khusus untuk program produktif ada acuan baku yang dikenal dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) ii. Strategi Pembelajaran Pembelajaran kurikulum 2004 berbasis kompetensi menganut prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran : • Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata yang memberikan pengalaman belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi. • Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu) dilaksanakan dengan sistem moduler. iii. Teknik Evaluasi Hasil Belajar Konsistensi dengan pendekatan kompetensi yang digunakan dalam pengembangan kurikulum Edisi 2004, maka sistem penilaian menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi dan penilaian berbasis kelas dengan ciri sebagai berikut: • Menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Assessment) • Keberhasilan peserta didik hanya dikategorikan dalam bentuk ”kompeten” dan ”belum kompeten” • Penilaian dilaksanakan secara berkelanjutan Selain itu untuk pengakuan terhadap kompetensi yang telah dikuasai oleh Peserta diklat, perlu dikembangkan mekanisme pengakuan sebagai berikut: • Verifikasi terhadap hasil penilaian pihak internal SMK oleh pihak eksternal, agar apa yang telah dicapai peserta didik dapat diserfikasi oleh dunia kerja. • Recognition of Prior Learning (RPL) atau Recognition of Current Competency (RCC) untuk mendukung pelaksanaan sistem multi-entry/multi-exit. iv. Proses Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Pola penyelenggaraan pendidikan di SMK dapat menerapkan berbagai pola yaitu pola pendidikan sistem ganda (PSG), multi-entry exit (MEME) dan pendidikan jarak jauh. v. Hambatan Utama dalam Implementasi Kurikulum Dalam pelaksanaan kurikulum Edisi 2004 mengalami beberapa hambatan misalnya : Secara umum belum memandainya sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia, fasilitas belajar dan peralatan laboratorium banyak yang rusak/tidak layak dan tidak sesuai lagi dengan peralatan yang ada di dunia kerja. Faktor kompetensi dan profesionalisme guru yang kurang memadai, sehingga kurikulum tidak bisa berjalan secara efektif. Terdapatnya kesenjangan yang mencolok antara SMK yang ada di kota-kota besar dengan daerah, sehingga kita tidak bisa memacu pendidikan dengan cepat. B. Kurikulum 2006 Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat. Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji terbatas tersebut dihentikan. Dan selanjutnya dengan terbitnya permen nomor 24 tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu jiwanya desentralisasi sistem pendidikan. 1) Tujuan dan ciri ciri kurikulum 2006 Secara umum tujuan di terapkannya KTSP adalah untuk memadirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan ( otonomi kepada lembaga pendidikan dengan demikian melalaui KTSP diharakan dpat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan kurikulum seperti yang kita ketahui dalam model mengelolaan kurikulum yang tersentralistis seperti kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia. Secara khusus, tujuan diterapkannya KTSP adalah : i. Meningkat mutu pendidikan melalui kemadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Dengan ini diharapkan setiap komponen sekolah baik kepala maupun guru-guru dituntut untuk lebih aktif dan kreatif melakukan berbagai upaya agar semua kebutuhan sekolah terpenuhi. ii. Peningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melaui pengambilan keputusan bersama. iii. Meningatkan kopetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Sekolah dengan KTSPnya tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah di atur pusat akan tetapi juga sebagai pengambil keputusa tentang pengembangan dan implementasi kurikulum. iv. Materi Materi pembelajaran berkaitan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai siswa harus sesuai dengan kompetensi pembelajaran. Materi pembelajaran ditentukan oleh sekolah berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam KTSP, guru tidak diharuskan menyampaikan semua materi pembelajaran tetapi pembelajaran harus mencapai kompetensi. KTSP tidak hanya fokus pada aspek kognitif, tetapi juga fokus pada aspek psikomotor dan afektif siswa. Materi pembelajaran disusun berdasarkan karakteristik mata pelajaran, perkembangan peserta didik dan sumber daya yang tersedia. Artinya guru harus aktif dan kreatif untuk mencapai kompetensi pembelajaran. vi. Proses Pembelajaran Dalam KTSP, pengalaman pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi, hal ini disebabkan karena cara belajar peserta didik berbeda-beda. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator dan siswa sebagai subjek pendidikan. Kegiatan pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi juga di luar kelas agar siswa tidak merasa bosan dalam menerima pelajaran. Tetapi hal yang harus diingat, pembelajaran harus didasarkan pada kompetensi dasar yang harus dicapai vii. Cara Penilaian Evaluasi dalam KTSP di arahkan bukan hanya sekedar untuk mengukur keberhasilan setiap siswa dalam pencapaian hasil belajar, tetapi juga untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang idlakukan oleh setiap siswa. Memfokus pada tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pencapaian kompetensi tertentu dan bukan atau perbandingan dengan hasil belajar siswa lain. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan pembelajaran setiap guru tidak hanya menentukan tes sebagai alat evaluasi akan tetapi juga menggunakan nontes dalam bentuk tugas, wawancara dan dalam bentuk sebagainya. C. Perbedaan perbedaan Kurikulum 2004 dan 2006 Kurikulum 2004 berbasis kompetensi menganut prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap, pengetahuan dan keterampilan agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). BAB II PENUTUP Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu bukan tanpa alasan dan landasan yang jelas, sebab perubahan ini disemangati oleh keinginan untuk terus memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Persekolahan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dituntut untuk memahami dan mengaplikasikannya secara optimal dan penuh kesungguhan, sebab mutu penyelenggaraan proses pendidikan salah satunya dilihat dari hal tersebut. DAFTAR PUSTAKA Djohar, Dr. Ashari. 2006. Persamaan dan Perbedaan Kurikulum Edisi 1999 – 2004. Materi perkuliahan Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Hasan Bachtiar, 2003. Perencanaan Pengajaran Bidang Studi. Bandung: Pustaka Ramadhan.

MENGINSTALISASI DEMOKRASI KAMPUS……!!!

MENGINSTALISASI DEMOKRASI KAMPUS……!!! (Upaya Mencetak Mahasiswa IDEALIS) Ketika berbicara tentang demokrasi, sering kali kita terbentur pada kenyataan di lapangan. Mengapa setelah melaksanakan demokrasi prosedural, kondisi birokrat kampus tak kunjung sembuh?. Ini adalah pertanyaan penting ketika mendengar pujian yang dilontarkan seiring berjalannya praktek di kampus. Maka pertanyaan-pertanyaan penting ini butuh segera jawabannya di saat kita ada pada kegembiraan merayakan pesta “Demokrasi” di lingkungan kampus yang banyak mendapat capaian-capaian dahsyat, disamping itu juga pencapaian yang memalukan. Melihat itu, penggerak birokrat kampus umumnya cenderung menutupi segala problematika baik intern maupun ekstern tentang bagaimana sistematika kebijakan kampus. Meraka yang dulunya menggembor-gemborkan demokrasi, namun apakah arti dari demokrasi itu. Benarkah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, atau sudah mengalami distorsi orientasi menjadi dari rakyat, oleh golongan dan untuk pribadi. Ini yang sedang kami pertanyakan bagi kampus kami. Dimanakah demokrasi kita? Seperti apakah demokrasi kampus yang ideal? Demokrasi yang mampu menjawab dari setiap nalar kritis mahasiswa. Dimana mahasiswa mampu mengaktualisasikan darinya dalam berbagai kegiatan dan kebijakan disamping bergulat dengan dunia keilmuan yang ditekuninya. Hal itu ditunjukan demi memantapkan status yang dimilikinya mahasiswa sebagai agen social (agent of social) dan agen perubahan (agent of change). Sejarah telah mencatat bagaimana sepak terjang mahasiswa sebagai garda terdepan perubahan di negeri ini. Sebagai contoh bisa kita lihat bagaimana perjuangan mahasiswa/pemuda dalam merebut kemerdekaan dan dalam era reformasi. Hal tersebut dikarenakan perjuangan mahasiswa terorganisir dengan apik dan mempunyai kesamaan visi dan misi. Sehingga mempunyai arah perjuangan yang jelas yaitu demi republik tercinta ini. Sebagai seorang mahasiswa, tidak lengkap rasanya kalau tidak mempunyai satu sifat naluri idealisme. Idealisme muncul seiring dengan kedewasaan mahasiswa itu sendiri ditunjang dengan lingkungan kampus yang menjadikan mahasiswa mempunyai pendirian teguh di kala benar dan salah. Pendirian yang tidak tergoyahkan dan tidak mau mengalah satu sama lainnya itulah ciri idealisme. Tetapi, yang perlu digaris bawahi disini adalah mahasiswa idealisme yang dimaksud bukanlah mahasiswa yang mempunyai idealisme “ngawur” dan menerobos nilai-nilai kehidupan yang ada. Tidak dibenarkan sama sekali untuk idealisme yang menganggap dirinyalah yang paling benar, sementara orang lain yang tidak seperti dirinya dianggap salah. Ini berarti bahwa seorang yang idealis tetap harus bersikap terbuka dan menerima masukan-masukan dari orang lain selama masih dalam jalan yang benar. Yang jelas, idealisme yang benar harus selalu tertanam kuat dalam diri setiap mahasiswa. Tidak cukup hanya diperankan selama berada di perguruan tinggi (kampus), tetapi juga harus dijunjung tinggi di dalam organisasi lainnya. Sudah bisa dipastikan bahwa kita akan menghadapi tekanan-tekanan yang besar dalam mempertahankan idealisme. Tekanan tersebut bisa berasal dari intern instansi kita sendiri ataupun pihak luar. Ada beberapa hal untuk menjadikan kampus Ideal (Upaya menciptakan mahasiswa idealis, intelek, dan demokratis) Pertama, Kampus bisa beradaptasi dengan keseluruhan objek yang dinaunginya. Secara intern Baik itu mahasiswanya, rector, dekan, dosen, staff pengajar lain, TU, administrasi, penjaga gedung, bahkan sampai satpam & abang penjaga parkir. Secara extern baik itu kegiatan yang ada dikampus seperti PMII dan BEM untuk mencapai cita-cita luhur tersebut, pelaksanaannya harus disandarkan pada metode-metode/thariqah yang telah digariskan Allah, dan kampus tidak mendiskriminasikan antara organisasi satu dengan yang lainya. Kedua, Totalitas, utuh dan menyeluruh, bukan parsial, karena Islam tidak untuk “setengah-setengah”. Mengapa harus total? sederhananya, karena Islam itu sudah hadir secara utuh, sudah terancang secara sistematis dan terbukti secara klinis. Karena kita bukan hanya berbicara masa lalu, tapi “antara kemarin, hari ini, dan besok” Ketiga, Universal, mendunia, agar semua orang yang dinaunginya bisa beradaptasi dan mengimbangi perkembangan situasi dan kondisi masyarakat kampus maupun eksternalnya, tapi tetap berpegang pada nilai-nilai islam. Pragaan, 10 Oktober 2012

Metode Tanya Jawab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan berbagai pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Namun permasalan yang sering kali dijumpai dalam Metode Tanya Jawab adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada peserta didik secara baik, sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efesien, serta sering ditemukan murangnya pemahaman pengajar terhadap penerapan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi. Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang metode Tanya jawab dan apa-apa yang terkandung didalamnya beserta penerapannya yang mana metode ini merupaka salah satu metode yang bisa diapaki untuk mewujudkan tujuan tersebut. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian metode Tanya Jawab ? 2. Tujuan Metode Tanya Jawab ? 3. Bagaiman Alasan Penggunaan Metode Tanya Jawab ? 4. Apa Kekuatan Atau Kelebihan Metode Tanya Jawab ? 5. Apa Kekurangan Metode Tanya Jawab ? 6. Bagaimana Usaha untuk memperkecil Kelemahan Metode Tanya Jawab ? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-pertanyaa. Metode Tanya jawab adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya dan murid-murid menjawab bahan materi yang diperolehnya. Metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara guru dan pelajar, bisa dalam bentuk guru bertanya dan pelajar menjawab atau dengan sebaliknya. Metode Tanya jawab dilakukan : 1) Sebagai ulangan pelajran yang telah diberikan. 2) Sebagai selingan dalam pembicaraan. 3) Untuk merangsang anak didik agar perhatiannya tercurah kepada masalah yang sedang dibicarakan. 4) Untuk mengarahkan proses berfikir. B. Tujuan Metode Tanya Jawab Proses Tanya jawab terjadi apabila ada ketidak tahuan atau ketidak fahaman peserta didik akan suatu peristiwa, adapun tujuan dari metode Tanya jawab sebagai berikut: 1) Mengecek dan mengetahui sampai sejauh mana kemampuan anak didik terhadap pelajaran yang dikuasai. 2) Membri kesempatan kepada anak didik untuk mengajukan pertanyaan kepada guru tentang suatu masalah yang belum difahami. 3) Memotivasi dan menimbulkan kompetensi belajar. 4) Melatih anak didik untuk berfikir dan berbicara secara sitematis berdasarkan pemikiran yang orisinil. C. Alasan Penggunaan Metode Tanya Jawab Dalam setiap metode yang ada dalam pembelajaran pasti diperlukan tehnik agar pembelajaran bisa berjalan secara baik, berikut ini berbagai tehnik yang digunakan guru dalam mengajukan pertanyaan : 1) The Mixe Strategy yakni mengkombinasikan berbagai tipe dan jenis pertanyaan. 2) The Speaks Strategy yakni menggunakan pertanyaan yang saling bertalian satu sama lain. 3) The Pleteaus Strategy yakni mengajukan pertanyaan yang sama jenisnya terhadap sejumlah siswa sebelum beralih kepada jenis pertanyaan yang lain. 4) The Inductive Strategy yakni dengan berbagai pertanyaan siswa didorong untuk menarik generalisasi dari hal-hal khusus ke hal-hal yang umum atau berbagai fakta menuju hukum-hukum. 5) The Deductive Strategy yakni Generalisasi yang dijadikan sebagai titik tolak, siswa diharapkan dapat menyatakan pendapatnya tentang berbagai kasus atau data yang ditanyakan. Pertanyaan yang baik memiliki ciri-ciri 1) Pertanyaan hendaknya bersifat mengajak atau merangsang siswa untuk berfikir. 2) Kata-kata yang dipergunakan harus jelas sehingga tidak ada kata atau istilah yang tidak difahami siswa. 3) Pertanyaan itu harus mengandung satu penafsiran. 4) Kalimat pertanyaan hendaknya singkat. 5) Setiap pertanyaan hendaknya mengandung satu masalah. 6) Pertanyaan harus sesuai dengan taraf kecerdasan atau pengalaman siswa. D. Kekuatan Atau Kelebihan Metode Tanya Jawab Suatu metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar sudah barang tentu mempunyai keunggulan dan kekurangan, begitupun dengan metode Tanya jawab. Berikut keunggulan dan kekurangan metode Tanya jawab : a. Keunggulan metode Tanya 1) Kelas akan hidup karena anak didik aktif berfikir dan menyampaikan pikiran melalui berbicara. 2) Beik sekali untuk melatih anak didik agar berani mengemukakan pendapatnya. 3) Akan membawa kelas kedala suasana diskusi. 4) Mudah dan efesien 5) Hemat waktu 6) Membawa suasana kelas menjadi effektif E. Kekurangan Metode Tanya Jawab 1) Apabila terjadi perbedaan pendapat akan memakan waktu untuk menyelesaikannya. 2) Kemungkinan akan terjadi penyimpangan perhatian pelajar terutama apabila jawaban yang kebetulan menarik perhatian tetapi buka sasaran atau materi yang dituju. 3) Dapat menghambat cara berfikir apabila guru kurang pandai dalam penyajian materi. 4) Menimbulkan kejenuhan ketika saling ber argumentasi agak panas. 5) Penggunaan Bahasa modern (Ilmiah) yang tidak up to date F. Usaha untuk memperkecil Kelemahan Metode Tanya Jawab 1) Adanya media bagi siswa yang tunadaksa 2) Adanya Visual Audio 3) Guru harus menggunakan intonasi yang baik 4) Memberikan seasion tanya jawab 5) Adanya bel automatis sehingga siswa bisa mengontrol waktu pelajaran   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut : 1) Metode Tanya jawab adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya dan murid menjawab bahan materi yang diperolehnya. Adapun tujuan metode Tanya jawab yakni untuk mengetahui seberapa jauh kefahaman siswa terhadap materi, membri kesempatan siswa bertanya apa yang belum difahami, memotivasi siswa dan melatih anak berfikir berbicara secara sistematis berdasarkan pemikiran yang orisinil. 2) Adapun Alasan Penggunaan Metode Tanya Jawab : a. The Mixe Strategy b. The Speaks Strategy c. The Pleteaus Strategy d. The Inductive Strategy e. The Deductive Strategy 3) Kekuatan atau kelebihan metode Tanya jawab a. Kelas akan menjadi lebih hidup. b. Baik untuk melatih anak didik untuk berani mengemukakan pendapat. c. Akan membawa kelas kesuasana diskusi 4) Kekurangan metode Tanya jawab a. Bila terjadi perbedaan pendapat akan menghabiskan banyak waktu. b. Kemungkinan akan terjadi penyimpangan perhatian pelajar. c. Dapat menghambat cara berfikir. 5) Usaha untuk memperkecil Kelemahan Metode Tanya Jawab 1) Adanya media bagi siswa yang tunadaksa 2) Adanya Visual Audio 3) Guru harus menggunakan intonasi yang baik 4) Memberikan seasion tanya jawab Adanya bel automatis sehingga siswa bisa mengontrol waktu pelajaran B. Saran Alhamdulillah kami dapt menyelesaikan makalah kami, dan kami sadar begitu banyak kekurangan dan kekhilafan kami, oleh karena itu kritik dan saran dari temen-temen dan bapak dosen khususnya kami harapkan semoga makalah ini bermanfaat. Amiin….. DAFTAR PUSTAKA  Usman, Basyiruddin. 2002. Motodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta Selatan : Ciputat Press.  Abu, Ahmadi dan Prasetyo. 2005. SGM Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia.  Majid, Abdul Majid. 2008. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan standar Kompetensi Guru. Bandung : Rosda Karya.  Dradjat, Zakiah Dradjat, dkk. 2004. Metode KhususPengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Sistem Perekonomian Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karena nilai – nilai moral akidah dan akhlak serta ketentuan – ketentuan hukum syariah tidak memperkenankan praktek – praktek ekonomi yang mengandung riba, maisir dan spekulasi, maka muara aktifitas ekonomi secara makro lebih dideskripsikan oleh mekanisme di pasar barang dan jasa. Moneter dalam definisi konvensional tidak sejalan dengan nilai dan ketentuan hukum syariah Islam, sehingga keberadaannya menjadi tidak ada dalam perekonomian yang menganut perspektif Islam. Dengan begitu dapat juga dikatakan bahwa perekonomian Islam tidak memiliki konsep keseimbangan umum riil dan moneter dua sektoral (dual sector – konsep IS–LM). Konsep keseimbangan umum dalam Islam lebih sebagai sebuah keseimbangan satu sektoral (single sector), dimana keseimbangan umumnya identik dengan keseimbangan pasar riil (barang dan jasa). Sehingga segala jenis aktifitas ekonomi akan tergambar dalam interaksi permintaan dan penawaran pada pasar barang dan jasa. B. Pembatasan Masalah Agar tidak terjadi penyimpangan dalam makalah ini, maka penulis hanya membatasi masalah pada “Keseimbangan Umum” Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba mengungkapkan beberapa permasalahan. Adapun permasalahan antara lain: A. Keseimbangan Umum B. Keseimbangan Umum Islam Ekonomi Islam C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini dengan judul “Keseimbangan Umum” adalah untuk mengetahui Keseimbangan umum ekonomi islam D. Metode Penulisan Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi internet, yaitu dengan cara mendownload dari internet dan di pahami yang berhubungan dengan “Keseimbangan Umum Ekonomi”. BAB III PEMBAHASAN A. Keseimbangan Umum 1. Pasokan Uang Pada kajian ini kita batasi cakupan uang hanya pada dua bentuk: uang kas dan uang giral. Uang kas dipasok oleh bank sentral, sementara uang giral dipasok oleh perbankan. Penentuan jumlah uang kas ini ditentukan oleh bank sentral dengan memperhatikan kelancaran sistem pembayaran dan menjaga inflasi. Pasokan uang giral terjadi selama uang kartal disimpan atau pinjaman diberikan dalam bentuk demand deposit. Jika ada pencairan demand deposit oleh penabung atau debitur, uang giral akan menyusut sementara uang kartal yang beredar akan bertambah. Ekonomi konvensional biasanya mengasumsikan pasokan uang ditentukan secara eksogen oleh proses kebijakan. Karena itu, dalam panel uang-bunga kurva penawaran uang digambarkan vertikal. 2. Permintaan Uang Permintaan uang pada suatu periode merupakan rata-rata jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat pada periode tersebut. Uang yang dipegang maksudnya adalah uang yang siap digunakan untuk transaksi mencakup uang kartal yang tidak disimpan di bank, cek atau sertifikat giro, dan batas transaksi pada kartu debit. Menurut Keynes, orang memegang uang dapat disebabkan oleh beberapa motif: 1. Motif transaksi: orang memegang uang untuk keperluan belanja konsumsi maupun investasi yang sudah ia rencanakan 2. Motif berjaga-jaga: orang memegang uang untuk keperluan belanja yang tidak ia rencanakan 3. Motif spekulasi: orang memegang uang karena ia menunggu untuk menemukan aset yang lebih baik atau penurunan harga aset di masa depan Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi secara positif oleh pendapatan masyarakat. Jika pendapatan masyarakat naik, uang yang diperlukan untuk transaksi konsumsi dan investasi akan naik. Dalam ekonomi berbasis bunga, permintaan uang untuk spekulasi menghadapi opportunity cost berupa bunga yang ditawarkan oleh instrumen keuangan. Karena itu, permintaan uang untuk spekulasi akan dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga. Mayoritas ekonom Islam menganggap bahwa motif spekulasi memegang uang tidak terdapat dalam perekonomian Islam. Mereka menganggap bahwa tiap spekulasi merupakan wujud perjudian yang jelas diharamkan dalam Islam. Ekonom Islam mazhab kritis berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan motif spekulasi. Penundaan belanja aset untuk menemukan aset dengan imbal lebih tinggi atau harga lebih murah di masa depan merupakan tindakan wajar seseorang. Dalam perekomian Islam, permintaan uang untuk spekulasi ini menghadapi opportunity cost berupa imbal yang diharapkan dari instrumen investasi yang ditawarkan saat itu. Keseimbangan Pasar Uang Dalam perekonomian bunga, keseimbangan permintaan dan penawaran uang akan terjadi pada tingkat bunga tertentu. Ekonomi konvensional berpendapat bahwa interaksi permintaan dan penawaran uang akan senantiasa membawa suku bunga pada tingkat keseimbangan. Apabila suku bunga berada di atas tingkat keseimbangan, pasokan uang melebihi permintaan. Mekanisme penyesuaian berjalan karena pada tingkat bunga tersebut, opportunity cost memegang uang menjadi terlalu tinggi. Masyarakat akan berusaha mengurangi porsi uang dalam portofolio kekayaannya untuk ditukarkan dengan aset yang memberikan bunga, misal obligasi. Penurunan permintaan uang diimbangi dengan kenaikan permintaan aset tersebut. Akibatnya, harga aset tersebut akan naik dan tingkat bunganya menurun. Mekanisme ini akan terus berjalan hingga uang yang ingin dipegang masyarakat sama dengan pasokan uang. Mekanisme sebaliknya akan terjadi jika suku bunga berada di bawah tingkat keseimbangan. Opportunity cost yang rendah akan mendorong masyarakat untuk memegang uang lebih banyak dengan cara menjual aset berimbal bunga. Peningkatan penjualan aset menurunkan harga dan menaikkan suku bunga hingga permintaan uang sama dengan pasokan uang. Untuk memahami interaksi keseimbangan pasar barang dan pasar uang dalam membentuk permintaan agregat, keseimbangan pasar uang digambarkan dalam panel pendapatan-bunga sebagai kurva LM (akronim dari Liquidity preference = Money supply). Kurva LM diderivasikan dari kurva permintaan dan penawaran dengan mengetahui arah perubahan suku bunga ketika terjadi perubahan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga walau tingkat bunga tetap. Hal ini dapat digambarkan sebagai pergeseran kurva permintaan uang ke kanan atas. Pada tingkat bunga semula, terjadi kelebihan permintaan uang. Menurut ekonomi konvensional, kelebihan permintaan uang ini akan mendorong bunga naik hingga permintaan uang kembali ke tingkat yang sama dengan pasokan uang. Dengan demikian, peningkatan pendapatan menyebabkan kenaikan suku bunga di pasar uang. Untuk menggambarkan hubungan positif pendapatan dan suku bunga di pasar uang tersebut, kurva LM memiliki kemiringan positif. Logika derivasi kurva LM di atas memiliki kelemahan saat menjelaskan kenaikan suku bunga di pasar uang. Kelebihan permintaan yang terjadi di pasar uang disebabkan peningkatan kebutuhan uang untuk bertransaksi karena kenaikan pendapatan. Tidak dijelaskan mengapa pada situasi tersebut suku bunga harus naik. Pada penjelasan mekanisme penyeimbangan di pasar uang disebutkan bahwa kenaikan suku bunga saat terjadi kelebihan permintaan uang ditimbulkan oleh peningkatan penjualan aset berbunga. Akan tetapi, pada kasus kelebihan permintaan itu disebabkan oleh kenaikan pendapatan, tidak ada alasan bagi seseorang untuk meningkatkan penjualan aset berbunga. Apabila seseorang mengalami kenaikan pendapatan, ia memang membutuhkan uang lebih banyak untuk membiayai kenaikan konsumsi. Akan tetapi, apakah uang tambahan tersebut diperoleh dengan mengurangi kepemilikan aset berbunga? Justru sebaliknya, kepemilikan aset yang merupakan salah satu wujud tabungan pun cenderung meningkat ketika pendapatan naik. Kenaikan pendapatan akan sekaligus dialokasikan sebagai peningkatan konsumsi dan peningkatan tabungan, yang dapat diwujudkan sebagai aset berbunga maupun uang. Jika kenaikan pendapatan tidak menyebabkan kenaikan penjualan aset, justru dapat menyebabkan kenaikan permintaan aset, maka tidak ada mekanisme yang menyebabkan kenaikan bunga. Jika terjadi kenaikan pendapatan, kenaikan bunga memang diperlukan untuk mencapai keseimbangan pasar uang, tetapi tidak terbentuk sendiri oleh interaksi pasar uang. Dengan demikian, situasi ekonomi bisa terjadi di luar kurva LM. Dengan kata lain, kurva LM tidak memiliki daya gravitasi. Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran uang yang ditimbulkan oleh perubahan pendapatan akan tetap berlangsung selama pasokan uang tidak bertambah. Dari teori kuantitas uang kita tahu bahwa jika pendapatan riil bertambah namun jumlah uang tetap, salah satu dari dua variabel harus berubah: kecepatan peredaran uang naik atau harga turun. Dalam perekonomian tanpa bunga, permintaan uang untuk spekulasi dipengaruhi secara negatif oleh tingkat imbal yang diharapkan dari aset produktif. Jika tingkat imbal turun, orang akan cenderung memegang uang lebih banyak karena opportunity cost turun. Proses penyeimbangan permintaan dan penawaran uang juga akan terjadi melalui proses pergantian portofolio kekayaan. Misal, penurunan tingkat imbal pertanian mendorong orang untuk menjual tanah pertanian sehingga harga jual dan sewa tanah pertanian turun. Penurunan harga sewa menurunkan biaya usaha pertanian pada tingkat pendapatan tetap, sehingga tingkat imbal pertanian kembali naik. Jika kelebihan permintaan uang ditimbulkan oleh kenaikan pendapatan, tidak akan ada kenaikan penjualan aset produktif. Akibatnya, kenaikan tingkat imbal tidak terjadi dan kelebihan permintaan uang akan terus berlangsung selama pasokan uang tidak bertambah. Peningkatan ekspektasi laba diperlukan untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran uang. Hubungan antara pendapatan dan tingkat imbal yang menyeimbangkan pasar uang ini dicerminkan oleh kurva LM positif dalam panel pendapatan-tingkat imbal. Akan tetapi, kurva LM ini tidak memiliki daya gravitasi karena tidak ada mekanisme dalam pasar yang dapat menyeimbangkan pasar uang ketika terjadi perubahan pendapatan. 3. Keseimbangan Pasar Barang Keseimbangan di pasar barang terjadi ketika belanja agregat (aggregate expenditure—AE) sama dengan produksi nasional (Y). Belanja agregat terdiri dari komponen domestik, mencakup konsumsi (C), investasi (I) dan belanja pemerintah (G), dan komponen asing berupa ekspor neto (NX), yakni nilai ekspor dikurangi nilai impor (NX = X—M). Belanja agregat hanya akan sama dengan produksi nasional jika seluruh tabungan disalurkan menjadi investasi. Tabungan nasional (national saving) dibentuk oleh dua komponen: tabungan swasta dan tabungan pemerintah. Tabungan swasta merupakan sisa dari pendapatan neto pajak setelah dikurangi konsumsi (PS = Y – T – C). Tabungan pemerintah dibentuk dari surplus anggaran karena pendapatan pajak melebihi belanja pemerintah (GS = T – G). Y = C + I + G Y = C + S + T C + S + T = C+ I + G S + (T – G) = I Dalam perekonomian bunga, interaksi tabungan dan investasi merupakan interaksi permintaan dan penawaran modal dengan bunga sebagai harga. Tingkat bunga akan mengarah pada tingkat di mana terjadi keseimbangan tabungan nasional dan investasi. Kenaikan pendapatan nasional akan meningkatkan nilai tabungan pada berbagai tingkat suku bunga. Akibatnya, terjadi kelebihan pasokan modal pada tingkat bunga yang berlaku. Untuk bersaing menawarkan modalnya, penawar bersedia mengurangi suku bunga yang ia terima. Tingkat bunga akan turun hingga permintaan modal sama dengan pasokan. Dalam panel pendapatan-bunga, hubungan di atas digambarkan sebagai kurva IS. Kurva ini mewakili tingkat bunga yang dapat menyeimbangkan tabungan dan investasi pada berbagai tingkat pendapatan. Dalam perekonomian nonbunga, permintaan dan penawaran modal dipengaruhi secara positif oleh tingkat imbal harapan. Naiknya tingkat imbal harapan yang disebabkan penurunan pajak atau pemberantasan korupsi akan mendorong perusahaan memperbesar pembelian barang-barang modal. Perusahaan akan mencari modal untuk membiayai investasinya. Pada sisi pemilik modal, kenaikan tingkat imbal harapan mendorong mereka mengalokasikan lebih besar tabungan mereka untuk investasi sekalipun rasio bagi hasil tidak berubah. Jika tingkat imbal harapan dari investasi naik, penawaran dan permintaan modal akan naik secara simultan pada rasio bagi hasil tetap. Walau sama positif, elastisitas penawaran modal kurang dari elastisitas permintaan modal karena tingkat imbal hanya berpengaruh kecil pada tabungan. Tabungan seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh pendapatannya. Akibatnya, selisih tabungan dan investasi mengecil dan permintaan agregat meningkat. Permintaan dan penawaran modal dipengaruhi secara berbeda oleh rasio bagi hasil. Penawaran modal semakin besar jika rasio bagi hasil meningkat karena imbal harapan bagi pemilik modal meningkat. Sebaliknya, peningkatan rasio bagi hasil akan mengurangi imbal harapan bagi pemilik perusahaan sehingga permintaan akan turun. Interaksi permintaan dan penawaran modal akan membawa rasio bagi hasil pada tingkat yang menyeimbangkan keduanya. 4. Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang Mayoritas ekonom konvensional maupun Islam berpendapat bahwa pada harga yang tetap, pendapatan dan bunga/imbal akan berada pada tingkat yang menyeimbangkan sekaligus pasar barang dan pasar uang. Tingkat pendapatan dan bunga keseimbangan ini terletak di perpotongan kurva IS dan LM, baik yang menggunakan basis bunga maupun imbal. Ekonomi konvensional menganggap bahwa pendapatan dan bunga akan selalu menuju pada tingkat keseimbangan simultan pasar barang dan pasar uang ini karena di masing-masing pasar terdapat mekanisme penyeimbangan. Mayoritas ekonom Islam juga berpendapat bahwa mekanisme yang mirip terjadi dalam perekonomian tanpa bunga. Pendapatan dan tingkat imbal akan menuju ke tingkat keseimbangan ini. Akan tetapi, sebagaimana telah dijelaskan bahwa perubahan pendapatan tidak serta-merta menimbulkan perubahan tingkat bunga di pasar uang yang membawa pada keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Karenanya, penentuan tingkat bunga di panel pendapatan-bunga dapat hanya ditentukan oleh kurva IS tanpa melibatkan kurva LM. Dengan kata lain, tingkat bunga selalu terjadi di kurva IS namun dapat terjadi di luar kurva LM. Belanja agregat mengandung unsur konsumsi sehingga dipengaruhi positif oleh produksi nasional. Karena asumsi konsumsi otonom positif (C0 > 0) dan hasrat marjinal konsumsi positif kurang dari satu (0 < MPC < 1), belanja agregat menjadi lebih dari produksi nasional pada rentang produksi nol hingga satu titik di mana belanja agregat seimbang dengan produksi nasional. Jika produksi nasional lebih tinggi dari tingkat keseimbangan itu, belanja agregat akan kurang dari produksi nasional. Selisih antara belanja agregat dan produksi nasional akan merubah tingkat persediaan barang. Perubahan persediaan menjadi sinyal bagi perusahaan untuk menyesuaikan produksi untuk menjaga tingkat persediaan yang optimal. Ketika belanja agregat kurang dari produksi nasional, persediaan akan naik B. Keseimbangan Umum Eknomi Islam Karena nilai – nilai moral akidah dan akhlak serta ketentuan – ketentuan hukum syariah tidak memperkenankan praktek – praktek ekonomi yang mengandung riba, maisir dan spekulasi, maka muara aktifitas ekonomi secara makro lebih dideskripsikan oleh mekanisme di pasar barang dan jasa. Moneter dalam definisi konvensional tidak sejalan dengan nilai dan ketentuan hukum syariah Islam, sehingga keberadaannya menjadi tidak ada dalam perekonomian yang menganut perspektif Islam. Dengan begitu dapat juga dikatakan bahwa perekonomian Islam tidak memiliki konsep keseimbangan umum riil dan moneter dua sektoral (dual sector – konsep IS–LM). Konsep keseimbangan umum dalam Islam lebih sebagai sebuah keseimbangan satu sektoral (single sector), dimana keseimbangan umumnya identik dengan keseimbangan pasar riil (barang dan jasa). Sehingga segala jenis aktifitas ekonomi akan tergambar dalam interaksi permintaan dan penawaran pada pasar barang dan jasa. Dengan pertimbangan bahwa aktivitas ekonomi riil didukung secara signifikan oleh sector investasi dan penyediaan uang, maka kedua sector ini yang kemudian secara simultan dimasukkan dalam menjelaskan keseimbangan umum ekonomi (dalam perspektif Islam). Sector investasi menjadi sector pendukung aktifitas ekonomi riil yang begitu dominan perannya dalam corak perekonomian kontemporer saat ini. Aktifitas ekonomi yang begitu rumit dengan ruang lingkup yang cukup luas membuat sector investasi menjadi suatu aktifitas yang penting dalam perekonomian. Sementara itu, perekonomian tentu tidak akan lengkap jika tidak membahas keterkaitannya dengan penyediaan uang sebagai medium of transaction. Urgensi dari keberadaan uang telah menjadi sebuah keharusan bagi sistem ekonomi. Namun dalam Islam Uang tidak berperan lebih besar kecuali sebagai alat pembayaran atau alat penyimpan nilai (kekayaan). 1. Aktivitas Investasi Jika sector moneter yang selama ini lazim dikenal dalam perekonomian tidak ingin dihilangkan dalam wacana ekonomi Islam, maka sector investasi dapat saja diidentikkan dengan sector moneter. Namun identifikasi sector investasi menjadi moneter haruslah dengan pemahaman bahwa definisi moneter disini tidak merujuk pada definisi yang digunakan oleh konvensional. Sector moneter (investasi) disini terbatas pada penyediaan modal atau projek – projek investasi yang mendukung terselenggaranya aktifitas riil di pasar. Secara definisi penjelasan tentang investasi telah dijabarkan dalam bab sebelumnya tentang prilaku ekonomi. Perumusan model aktifitas investasi, baik pada sisi permintaan maupun sisi penawaran, merujuk pada nilai – nilai moral Islam yang diyakini mempengaruhi prilaku ekonomi seseorang serta segala ketentuan hukum syariah yang memang menjadi pedoman dalam berprilaku dan berinteraksi secara Islam. Dengan asumsi bahwa yang menjadi objek dalam aktifitas investasi adalah projek – projek investasi, maka aktifitas permintaan dan penawaran investasi akan menentukan besar – kecilnya tingkat ekspektasi keuntungan di pasar investasi. Penawaran investasi yang komponennya terdiri dari investasi swasta (Ip), investasi pemerintah (Ig) dan investasi sosial (Iso), memiliki kurva yang vertikal karena diasumsikan bahwa inisiasi projek investasi dilakukan bukan atas dasar besar – kecilnya keuntungan ekspektasi (expected return – Er). Penawaran atau inisiasi projek investasi pada investasi swasta dilakukan sepanjang Er tidak negatif. Dengan kata lain, projek investasi akan tetap dilakukan berapapun tingkat ekspektasi keuntungan. Bahkan boleh jadi seorang pelaku bisnis akan tetap berinvestasi meskipun tahu ekspektasi keuntungannya adalah 0, karena motivasi dia adalah memberikan kemashlahatan/kerja bagi mereka yang membutuhkan[2]. Sementara itu investasi pemerintah dan sosial cenderung tidak ada kaitannya dengan ekspektasi keuntungan, karena motivasi pemerintah dan sosial masing – masing adalah penyediaan infrastruktur bagi publik dan kemanfaatan bagi manusia lain (yang sifatnya sukarela). Pada sisi permintaan investasi, keikutsertaannya kelompok pemilik modal tergantung pada keberadaan usaha yang telah ada dipasar, dimana mereka menempatkan sebagian modalnya (uang) pada usaha yang ada, sehingga besar – kecil jumlah investasi atau penanaman modal mereka pada projek investasi tergantung pada besar – kecil ekspektasi keuntungan yang ada. Semakin besar ekspektasi keuntungan, maka akan semakin besar permintaan terhadap projek investasi tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika ekspektasi keuntungan kecil, maka permintaan projek investasi pun akan turun. Seberapa besar penurunan permintaan investasi sangat tergantung pada tingkat sensitifitas permintaan tersebut terhadap pergerakan naik – turunnya ekspektasi keuntungan. Dalam sebuah pasar yang terintegrasi dengan sifat informasi pasar yang cair (symetric information), tingkat ekspektasi keuntungan sebagai hasil dari interaksi permintaan dan penawaran investasi akan mencerminkan juga aktifitas sektor riil di pasar puncak yaitu pasar barang dan jasa. Dalam mekanisme ekonomi modern yang aktifitasnya begitu rumit dengan ruang lingkup yang hampir – hampir tidak memiliki batas wilayah dan pelaku, pasar investasi ini menjadi satu sektor ekonomi yang dominan dalam sebuah perekonomian. Oleh sebab itu, peran pasar investasi menjadi cukup signifikan untuk menjelaskan mekanisme keseimbangan umum ekonomi di pasar puncak barang dan jasa. 2. Aktivitas Uang beredar Membahas ekonomi tentu tidak akan lengkap jika tidak mendiskusikan tentang uang. Tidak hanya pada sistem ekonomi konvensional, dalam sistem ekonomi Islam uang juga memiliki peran yang penting. Namun yang membedakan pada kedua sistem ini adalah, perspektif terhadap peran atau fungsi uang dalam aktifitas ekonomi. Sistem konvensional memandang uang tidak sekedar hanya sebagai alat bantu transaksi ekonomi, uang bahkan dapat menjadi objek transaksi ekonomi itu sendiri. Dengan demikian konsekwensi perspektif ini membuat perekonomian menjadi meluas ruang lingkup aktifitasnya, ia tidak hanya terbatas pada transaksi – transaksi produktif penciptaan barang dan jasa, tetapi juga mencakup segala transaksi – transaksi keuangan berikut transaksi – transaksi turunannya Sementara itu sistem ekonomi Islam membatasi fungsi uang sebagai alat bantu transaksi – transaksi produktif barang dan jasa. Uang itu sendiri tidak diperkenankan menjadi kommoditi yang kemudian memiliki pasarnya yang khas. Dengan demikian, pembahasan terkait dengan uang akan terfokus pada masalah penyediaan uang beredar dalam rangka mendukung aktifitas ekonomi riil. Penyediaan uang beredar pada dasarnya identik dengan jumlah pencetakan uang, dimana jumlah pencetakannya merupakan wewenang negara; oleh bank sentral (central bank) ataupun otoritas moneter (monetary agency). Dengan begitu, jumlah penyediaan uang beredar bersifat autonomous, atau dengan kata lain penawaran uang (money supply – Ms) dalam pasar jumlahnya tergantung kebijakan negara melalui lembaga berwenang. Oleh sebab itu penggambaran kurva penawaran uang (Ms) dalam keseimbangan uang beredar berbentuk garis vertikal, jika dihubungkan antara ekspektasi keuntungan (Er) dengan jumlah uang beredar. Kurva penawaran uang yang vertikal bermakna, bahwa berapapun tingkat Er sejumlah Ms harus (tetap) tersedia. Dengan kata lain penyediaan uang beredar (Ms) tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya ekspektasi keuntungan (Er). Ms = Mo Dimana: Ms = Penawaran uang Mo = Jumlah uang yang diciptakan (autonomous) Sementara itu, jika dihubungkan dengan ekspektasi keuntungan (expected return – Er), maka permintaan uang (Md) memiliki hubungan yang negatif terhadap Er. Maknanya semakin tinggi tingkat Er, maka semakin rendah preferensi untuk memegang uang tunai. Seberapa besar permintaan uang tersebut tergantung besarnya sensitifitas permintaan uang terhadap pergerakan Er (g). Disamping itu permintaan uang juga ditentukan oleh besar pendapatan (Y). Semakin besar pendapatan, maka akan semakin tinggi juga permintaan uang. Md = kY – g(Er) Dimana: Md = Permintaan uang Y = Pendapatan k = Sensitifitas perubahan Md akibat perubahan Y g = Sensitifitas perubahan Md akibat perubahan Er Er = Ekspektasi keuntungan Jika diasumsikan bahwa pergerakan Y merupakan refleksi dinamika atau pergerakan aktifitas ekonomi riil, maka pergerakan permintaan uang akan mencerminkan dinamika ekonomi riil. Dan pada gilirannya pergerakan inilah yang kemudian direspon oleh kebijakan penciptaan uang (Ms). Dari kurva keseimbangan uang beredar ini dapat disimpulkan juga bahwa aktifitas penciptaan uang (Ms) hanyalah sebuah kebijakan yang sifatnya responsif menyikapi perkembangan aktifitas ekonomi riil, dimana aktifitas ekonomi riil digambarkan oleh pergerakan kurva permintaan uang (Md). Selanjutnya interaksi penawaran dan permintaan uang akan membentuk tingkat ekspektasi keuntungan yang diyakini pergerakannya sama dan identik dengan apa yang ada di pasar investasi. Pergerakan ekspektasi keuntungan baik di pasar investasi maupun di ”pasar” uang beredar[4], pada dasarnya mencerminkan pergerakan harga di sektor riil. Dimana jika harga bergerak naik misalnya akibat kenaikan permintaan, maka secara otomatis pasar menerima informasi bahwa total penerimaan (keuntungan – revenue) naik, hal ini membuat ekspektasi keuntungan akan naik. Respon berupa peningkatan penawaran akibat kenaikan harga (karena revenue di pasar meninggi) yang kemudian membuat harga kembali ke tingkat semula (keseimbangan – equilibrium price) dicerminkan juga oleh peningkatan penawaran investasi dan peningkatan permintaan uang. Hubungan ketiga jenis pasar tersebut; pasar barang dan jasa, pasar investasi dan pasar uang beredar dapat digambarkan dalam kurva keseimbangan. Selanjutnya kurva keseimbangan inilah yang oleh penulis ditawarkan sebagai sebuah konsep keseimbangan umum (general equilibrium) dalam ekonomi yang mengakomodasi Islam sebagai nilai dan hukum aplikasinya. Dari konsep keseimbangan umum ini, terlihat ide besar dari perekonomian secara makro, bahwa dinamika pasar puncak yaitu barang dan jasa berkorelasi positif dengan dinamika yang ada di pasar investasi dan pasar uang beredar. Secara lebih spesifik dengan asumsi – asumsi yang berlaku dalam aplikasi ekonomi Islam, kesimpulan yang dapat juga dikemukakan pada kondisi keseimbangan umum adalah bahwa peningkatan volume transaksi barang dan jasa disektor riil sama dengan peningkatan volume investasi di pasar investasi dan peningkatan uang beredar yang ada di pasar uang beredar (∆Q = ∆I = ∆M). Kesimpulan ini mendukung keyakinan teori ekonomi Islam yang menyebutkan bahwa uang tercipta di pasar uang beredar ketika barang dan jasa juga tercipta di pasar riil. Dinamika penciptaan uang tidak berdiri sendiri layaknya yang terjadi di sistem ekonomi konvensional. Pada perspektif lain, konsep keseimbangan umum ini juga menggambarkan ide berbeda dalam menggambarkan sebuah keseimbangan umum ekonomi, dimana keseimbangan umum puncak ada di pasar barang dan jasa. Hal ini seakan ingin menegaskan bahwa segala aktifitas ekonomi baik interaksi yang ada di pasar maupun kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja perekonomian pada akhirnya harus tergambar dalam pasar riil yaitu pasar barang dan jasa. Disini juga terlihat bahwa ide pemadanan dua pasar; riil (barang dan jasa) dan moneter (keuangan), tidak berlaku dalam ekonomi Islam, karena memang pasar keuangan tidak eksis akibat mekanisme bunga (interest rate) tidak ada dalam ekonomi. Kalaupun ada mekanisme investasi sebagai ”padanan” dari pasar keuangan konvensional, ia tidak kemudian sejajar dalam artian berdiri sendiri (seperti yang diyakini oleh konvensional) dengan pasar riil. Keberadaan pasar investasi merupakan konsekwensi saja dalam perkembangan aktifitas ekonomi riil. Begitu juga posisi pasar uang beredar. Pasar ini hanyalah menggambarkan bagaimana dan seberapa besar sepatutnya sejumlah uang disediakan dalam rangka mendukung aktifitas ekonomi riil. Sebagai sebuah konsep yang baru, konsep keseimbangan umum ini memang membutuhkan kajian lanjutan yang lebih mendalam untuk mendapatkan satu model keseimbangan umum ekonomi yang mapan dan valid. Namun sebagai sebuah langkah awal, konsep keseimbangan ini mampu memberikan penjelasan apa yang (sepatutnya) terjadi dalam perekonomian menggunakan perspektif Islam.   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Denagan paparan dan penjelasan tentang keseimbangan ekonomi di atas, maka kita ketahui bahwa keseimbangan umum ekonomi akan terjadi apabila komponen-komponen yang dapat mempengaruhi keseimbangan umum itu semuanya berjalan dengan baik. Seperti keseimbangan pasar barang, pasar uang, pasokan uang, pasaokan barang san lain sebaginya. B. Saran Kita sebagai umat muslim, hendaknya mengetahui tentang keseimbangan umum ekonomi secra Islam. Di dalam Islam tentu talah di atur ekonomi dengan sedemikian rupa dan kita tinggal menjalankannyadengan baik.

Jumat, 03 Mei 2013

DESENTRALISASI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perkembangan system pendidikan di Indonesia telah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang seirama dengan pasang surut perjalanan sejarah bangsa. Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, system pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah system pendidikan tradisional yang sejak awal memang lahir dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal kemerdekaan RI, para pendiri republic yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan, memusatkan usahanya untuk membangun system pendidikan nasional sebagai pengganti dari system pendidikan colonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. System pendidikan nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Dalam kurun waktu 50 tahun Indonesia merdeka, Indonesia telah mengalami tiga kali perubahan Undang-Undang, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional. Selama kurun waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan, baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya. Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 84, kurikulum 1994, dan kini berlangsung KTSP. Perubahan pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada perubahan system pendiidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi system pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi. Bagian ini akan mengupas satu aspek yang kini telah, sedang, dan terus akan bergulir, yakni perkembangan pelaksanaan desentralisasi pendidikan, yang akan menitikberatkan tentang bagaimana system desentralisasi pendidikan di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian dan bentuk desentralisasi? 2. Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan? 3. Apa tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia? 4. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah dalam dunia pendidikan? 5. Apa prasyarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan? 6. Apa kewenangan pemerintah pusat dan propinsi di bidang pendidikan? 7. Bagaimana desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah? 8. Bagaimana bentuk evaluasi desentralisasi pendidikan? 9. Apa kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan bentuk desentralisasi Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Hurst (1985), bahwa “the decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policy-makers to a small group of authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran local. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. [1] Menurut Chau (1985: 96-97) merujukkan desentralisasi pada konsep pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya. Ia menyatakan “decentralization is a certain delegation of power to regional admistration, but with the sole objective of increased efficiency in the use of resources”. [2] Dari berbagai definisi di atas, konsep desentralisasi kemudian dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yakni : [3] a. Deconcentration (Dekonsentrasi) Typically transfers tasks and work, but not authority, to other unit within in organization. (secara tipikal merupakan penyerahan tugas-tugas dan pekerjaan, tetapi bukan kewenangan kepada unit lain di dalam satu organisai) b. Delegation (Delegasi) Transfers decision-making authority from higher to lower hierarchical units. However, this authority can be withdrawn at the discretion of the delegating unit. (menyerahkan kewenangan dalam penentuan keputusan dari unit organisasi yang lebih tinggi kepada hierarki organisasi yang lebih rendah, meskipun demikian kewenangan ini dapat ditarik kembali kepada unit organisasi yang memberikan delegasi) c. Devolution (Devolusi) Transfer authority to a unit that can act independently, or a unit that can act without first asking permission. Privatization is a from of devolution in which responsibility and resources are transferred from public sector institution to private sector ones. (menyerahkan kewenangan kepada unit organisasi yang dapat melaksanakannya secara mandiri, atau unit organisasi yang dapat melaksanakan tanpa harus meminta petunjuk terlebih dahulu. Privatisasi adalah satu bentuk devolusi yang dalam tanggung jawab dan sumberdayanya telah diberikan dari institusi sector public kepada institusi sector swasta). B. Konsep desentralisasi pendidikan Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. [4] Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif. C. Tujuan desentralisasi pendidikan di Indonesia Hanson berpendapat bahwa tujuan desentralisasi adalah :  Mempercepat pertumbuhan ekonomi (accelerated economic development)  Meningkatkan efesiensi manajemen (increased management efficiency)  Distribusi tanggung jawab dalam bidang keuangan (redistribution of financial responsibility)  Meningkatkan demokratisasi mealalui distribusi kekuasaan (increased democratization trough the distribution of power)  Control local menjadi lebih besar melalui deregulasi (greater local control trough deregulation)  Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education)  Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power)  Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education) [5] D. Pelaksanaan otonomi daerah dalam dunia pendidikan Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan,yaitu : [6] 1. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri-ciri sebagai berikut : a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal); b) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning), c) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. 2. Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 3. Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah. 4. Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. 5. Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien. E. Prasyarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa factor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat factor penunjang keberhasilan desentralisasi pendidikan, yaitu : [7] 1. Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah. deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat. 2. Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap dan berkesinambungan. 3. Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 4. Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan. F. Kewenangan pemerintah pusat dan propinsi di bidang pendidikan Pemerintah pusat masih mempertahankan bentuk-bentuk kewenangan di dunia pendidikan. Hal ini terlihat jelas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi, khususnya pada pasal 2, butir 11, bidang pendidikan tercantum 10 butir kewenangan yang masih dipegang oleh pemerintah pusat, di antaranya terdapat tujuh hal yang penetapannya masih digenggam oleh pemerintah pusat, yaitu : 1. Menetapkan standar kompetensi siswa 2. Menetapkan standar materi pelajaran pokok 3. Menetapkan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik 4. Menetapkan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan 5. Menetapkan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa 6. Menetapkan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah 7. Mengatur dan mengembangkan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta mengatur sekolah internasional. [8] Pemerintah provinsi memiliki kewenangan sebagai berikut : 1. Menetapkan kebijakan penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang dan atau tidak mampu 2. Menyediakan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/ modul pendidikan untuk TK, pendiidkan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah 3. Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi, selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademis 4. Pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi, penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/ atau penataran guru. [9] G. Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu bentuk desentralisasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan. Jika lembaga dinas pendidikan kecamatan, dan dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memiliki peran sebagai fasilitator dan coordinator proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran lebih nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Bentuk desentralisai pendidikan yang paling mendasar adalah dilaksanakan oleh sekolah, dengan menggunakan komite sekolah sebagai wadah pemberdayaan peran serta masyarakat, dan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai proses pelaksanaan layanan pendidikan secara nyata di dalam masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikian, baik di tingkat kabupaten/kota ataupun sekolah. [10] Amanat undang-undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. dalam keputusan tersebut dengan jelas disebutkan bahwa peran yang harus diemban Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah : 1. Sebagai pemberi pertimbangan 2. Pendukung kegiatan layanan pendidikan 3. Pemantau kegiatan layanan pendidikan 4. Mediator atau penghubung tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Beberapa urusan dalam bidang pendidikan yang secara langsung dapat diserahkan kepada sekolah adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah 2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga admistratif yang dimiliki. 3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang diadakan dan dilaksanakn oleh sekolah. dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusnya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kkurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah. 4. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. 5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten. 6. Proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan professional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. 7. Urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan sekolah. [11] H. Evaluasi Desentralisasi Pendidikan Penerapan desentralisasi yang telah berjalan sepuluh tahun dinilai perlu dikaji ulang. Khusus pada bidang pendidikan perlu ada evaluasi terkait dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Sejak reformasi, desentralisasi diberlakukan hampir di semua bidang, kecuali pada lima hal, yaitu keuangan, agama, hukum, dan pertahanan. Sebelum akhirnya ada penambahan bidang, yaitu sektor pendidikan. [12] Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional. Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah. Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu. Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu. Namun, keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan “rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya “bertanggungjawab”, mulai berubah menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap pendidikan, selanjutnya, masyarakat bahkan menjadi “asing” terhadap sekolah. Semua sumberdaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi apalagi bertanggungjawab terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah. Berdasarkan pengalaman empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah menjadi satu keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi lembaga yang otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri. Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan transparans. Selanjutnya desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal. Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu; (1) kemampuan daerah dalam membiaya pendidikan, (2) peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari masing-masing daerah, (3) redistribusi kekuatan politik, (4) peningkatan kualitas pendidikan, (5) peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga negara. Sesuai dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa Indonesia dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam pendidikan dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki manajemen pendidikan dasar di Indonesia adalah:  Melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana dan profesional, termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah;  Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan secara desentralisasi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat;  Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana;  Mengembangkan sistem insentif yang mendorong terjadinya kompetensi yang sehat baik antara lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan  Memberdayakan personil dan lembaga, antara lain melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional.  Meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan  Merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen. Atas dasar amanat seperti yang dirumuskan dalam propenas di atas, maka sangat jelas bahwa tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkan sistem pendidikan secara desentralistik terkesan sangat kuat. Dengan sistem ini pendidikan dapat dilaksanakan lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, di mana proses pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang paling dekat dengan proses pembelajaran (kepala sekolah, guru, dan orang tua peserta didik). Adanya otonomisasi daerah yang sekaligus disertai dengan otonomi penyelenggaraan pendidikan atau desentralisasi pendidikan, hendaknya dapat mencapai sasaran utama progam restrukturisasi sistem dan manajemen pendidikan di Indonesia. Restrukturisasi dimaksud antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:  Struktur organisasi pendidikan hendaknya terbuka dan dinamis, mencerminkan desentralisasi dan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.  Sarana pendidikan dan fasilitas pembelajaran dibakukan berdasarkan prinsip edukatif sehingga lembaga pendidikan merupakan tempat yang menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi, berkomunikasi, berolah raga serta menjalankan syariat agama.  Tenaga kependidikan, terutama tenaga pengajar harus benar-benar profesional dan diikat oleh sistem kontrak kinerja.  Struktur kurikulum pendidikan hendaknya mengacu pada penerapan sistem pembelajaran tuntas, tidak terikat pada penyelesaian target kurikulum secara seragam per catur wulan dan tahun pelajaran  Proses pembelajaran tuntas diterapkan dengan berbagai modus pendekatan pembelajaran, peserta didik aktif sesuai dengan tingkat kesulitan konsep-konsep dasar yang dipelajari.  Sistem penilaian hasil belajar secara berkelanjutan perlu diterapkan di setiap lembaga pendidikan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pembelajaran tuntas.  Dilakukan supervisi dan akreditasi. Supervisi dan pembinaan administrasi akdemik dilakukan oleh unsur manajemen tingkat pusat dan provinsi yang bertujuan untuk mengendalikan mutu (quality control). Sedangkan akreditasi dilakukan untuk menjamin mutu quality assurance) pelayanan kelembagaan.  Pendidikan berbasis masyarakat seperti pondok pesantren, kursus-kursus keterampilan, pemagangan di tempat kerja dalam rangka pendidikan sistem ganda harus menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.  Formula pembiayaan pendidikan atau unit cost dan subsidi pendidikan harus didasarkan pada bobot beban penyelenggaraan pendidikan yang memperhatikan jumlah peserta didik, kesulitan komunikasi, tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat partisipasi pendidikan serta kontribusi masyarakat terhadap pendidikan pada setiap sekolah. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi pendidikan pada hakekatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan semakin menunjukan pada tingkat maksimal sesuai yang diharapkan. I. Kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan Berikut kelebihan dari desentralisasi pendidikan : 1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki 2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional 3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat 4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan. [13] Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan melalui UU Otonomi Daerah adalah : 1. Kurang siapnya SDM pada daerah terpencil 2. Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daera-daerah miskin 3. Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan 4. Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama 5. kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. [14] BAB III PENUTUPAN A. Simpulan Proses desentralisasi pendidikan di Indonesia sedang berjalan dengan mencari bentuk yang diinginkan. Oleh karena itu, tarik ulur kekuasaan dan kewenangan antara unit organisasi di pusat dan daerah masih terjadi. Hal ini harus dimaknai sebagai proses penyelarasan dan penyesuaian, agar desentralisasi pendidikan pada akhirnya dapat menemukan bentuk yang dapat disepakati baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pihak sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, tampak nyata bahwa dewasa ini masih diperlukan adanya kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan semua unit organisasi, dari pusat sampai ke sekolah. hal ini amat diperlukan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih dan tabrakan antara unit organisasi. Selain itu, kejelasan tentang kekuasaan dan kewenangan untuk masing-masing unit organisasi itu diperlukan dalam rangka efisiensi. B. Saran 1. Sistem desentralisasi hendaknya lebih diperhatikan dan ditegaskan oleh pemerintah, agar guru tidak hanya sebagai bahan percobaan diadakannya sisitem pendidikan. 2. Sistem desentralisasi pendidikan merupakan konsep otonomi sekolah, yang mengedepankan adanya semua hal diberikan wewenang kepada sekolah, tetapi dengan masih adanya sistem sentralistik pada ujian nasional, yang menentukan kelulusan siswa hanya ujian nasional. Hendaknya pemerintah harus lebih mengedepankan wewenang sekolah dalam penentuan kelulusan siswa. 3. Harus lebih ada kejelasan kekuasaan dan wewenang dari pemerintah untuk sistem desentralisasi 4. Dengan adanya perubahan sistem pendidikan yang akan diganti menjadi kurikulum 2013, hendaknya ada kesinambungan antara stakeholder sekolah/ pendidikan dan pemerintah ada kerjasama yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Dewasastra.2012.http://dewasastra.wordpress.com/2012/03/27/desentralisasi-pendidikan/. (Diakses 23 Desember 2012) http://pakguruonline.pendidikan.net/otonomi_pendidikan.html. (Diakses 23 Desember 2012) Indra Akuntono. 2011. November 8. “Desentralisasi Pendidikan Perlu di Evaluasi”. Kompas. 4. Mark Hanson, 1997, Educational Reform and The Transition From Authoritarian to democratic Goverments: The Cases of Argentina, Colombia, Venezuela, and Spain, dalam Internasional Jurnal of Educational Development, Vol 32, No.1. Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000. Riant Nugroho, 2000, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo: Jakarta. Salim Agus, Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, 2007, Yogyakarta: Tiara Wacana. Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, 2005, Jakarta: Rajawali Pers.